Kamis, 05 November 2009

TAUBAT

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim

Bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung. (QS 24 : 31).

Taubat tidak sekedar mengucap ‘astaghfirullah’, karena pertaubatan harus diawali dengan adanya rasa penyesalan diri atas dosa-dosa yang telah dilakukannya, lalu berusaha tidak mengulangi perbuatan itu lagi. Hal ini menunjukkan bahwa hakikat segala sesuatu berada pada keadaan batin, bukan keadaan lahir. Oleh sebab itu rukun yang pertama daripada sholat adalah niat, dan niat adalah tindakan batin, tanpa niat sholat tidak berbekas. Jadi jika ucapan istighfar tidak dibarengi dengan rasa penyesalan tidaklah banyak bermakna, seperti orang yang mengambil air menggunakan ke dua telapak tangannya yang terbuka. Rasulullah,saw., bersabda : ‘Menyesali kesalahan merupakan suatu taubat.’ Bukan berarti bahwa penyesalan adalah taubat itu sendiri, masih ada tindakan lainnya dalam bertaubat, seperti sabda Rasulullah,saw., yang lain bahwa ‘Haji adalah Arafah,’ dan masih banyak lagi kewajiban haji yang lain selain menjalankan ritual di Arafah, namun tanpa wuquh di Arafah batalah hajinya. Ucapan adalah tindakan lahir dan penyesalan adalah tindakan batin, penyucian lahir dan batin haruslah berjalan bersama-sama.

Taubat datangnya dari Tuhan untuk manusia yang dipilih-Nya, bukan dari manusia untuk Tuhan, dan bukan dari manusia untuk manusia. Toh, pada kenyataannya banyak manusia, setelah melakukan dosa-dosa malah merasa senang, bahkan ada yang lebih bejat, memamerkan harta benda hasil kejahatannya kepada keluarga dan khalayak ramai. Hal ini merupakan pembuktian bahwa, tanpa pertolongan-Nya manusia tidak ada kemampuan untuk melakukan pertaubatan. Karena penyesalan adalah sebuah rasa yang ada didalam dada, dan rasa adalah musyahadah, sedangkan musyahadah adalah milik Tuhan yang berada dalam genggaman-Nya. Oleh karenanya pada saat seseorang bertanya kepada Sayyidah Rabi’ah al ‘Adawiyah,ra., : ‘Aku telah sering berbuat dosa dan semakin tidak taat. Apabila aku bertaubat, akankah Dia mengampuniku ?’ Dijawab oleh Sayyidah Rabiah : ‘Tidak ! tetapi apabila Dia mengampunimu, maka engkau akan bertaubat.’

Bersuci secara lahiriyah menggunakan air merupakan syarat awal bagi orang yang ingin mengabdi kepada Tuhannya, karena shalat merupakan pengabdian. Sedangkan orang-orang yang berjalan menuju kepada Tuhannya, berusaha sekuat tenaga untuk menyucikan dirinya secara batiniyah dengan bertaubat secara terus-menurus, tanpa hal ini usaha pendekatan akan sia-sia, karena taubat merupakan langkah awal penyucian bagi pejalan.

Rasulullah.saw. bersabda : ‘Orang yang bertaubat dari dosa seperti orang yang tidak berdosa dan jika Allah mencintai seorang hamba, niscaya dosa tidak melekat pada dirinya.’ Hadis ini sangat menggembirakan sekaligus menakutkan. Terutama bagi orang-orang yang belum memahami pengetahuan tentang pertaubatan, sehingga ia merasa bahwa setelah berbuat dosa lalu mengucap istighfar, Tuhan akan mengampuni segala dosa-dosanya, sedangkan bagi orang-orang yang memahami makna pertaubatan, bahwa tanpa adanya ‘penyesalan’ dan ditambah dengan tindakan mujahadah yang lain, taubatnya tidak berguna sama sekali. Supaya perbuatan dosa tidak dianggap ringan dan lebih memahami makna pertaubatan, seseorang dapat bercermin dari pertaubatan yang dilakukan oleh Ka’b bin Malik.ra. Ia bersama beberapa orang tidak ikut ambil bagian dalam perang Tabuk tanpa alasan apapun, walaupun secara persyaratan ia telah memenuhinya. Nabi,saw., menghukumnya dengan memerintahkan untuk berpuasa bicara selama lima puluh malam kepada sesama kaum muslim, dan di sepuluh hari terakhir, ia tidak diperkenankan mendatangi istrinya. Tujuan diberikannya hukuman seperti itu, agar rasa penyesalan dan rasa takut muncul didalam dadanya, bila tidak, maka pertaubatannya tidaklah berguna. Setelah dilaluinya hukuman itu, jiwanya bergerak kearah penyesalan yang sangat dalam dan merasakan kepedihan yang luar biasa, sampai ia merasa bahwa bumi telah menjauh darinya. Disaat terhujam rasa yang seperti itu, ia mendengar suara orang yang berteriak dengan keras, ‘Wahai Ka’b bin Malik, Berbahagialah !’ Ia menjatuhkan dirinya, bersujud dihadapan Allah SWT, sadar bahwa ia telah dibebaskan dari hukuman itu. Orang-orang menghambur memberi ucapan selamat padanya. Wajah baginda Rasulullah.saw. tampak bercahaya dan berkata : ‘Berbahagialah karena ini adalah hari terbaik bagimu sejak ibumu melahirkanmu.’ Lalu ia berkata : ‘Ya Rasulullah, karena taubatku diterima (Allah) maka aku akan memberikan seluruh hartaku sebagai sedekah karena Allah dan Rasul-Nya.’ Rasulullah.saw. berkata : ‘Simpanlah sebagian, karena itu lebih baik bagimu.’

Contoh lainnya adalah dapat dilihat dari ayat-ayat dalam Al Qur’an : 'Dan tidak layak bagi seseorang mu’min membunuh seorang mu’min (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mu’min karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jia ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal ia mu’min maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba-sahaya yang mu’min. Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mu’min. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara taubat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS 4 : 92) 'Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan bintang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dia oarang yang adil di antara kamu sebagai had-nya yang dibawa sampai ke Ka’bah, atau dendanya membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin, atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya. Allah telah mema’afkan apa yang telah lalu. Dan barang siapa yang kembali mengerjakannya niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.’ (QS 5 : 95)

Demikian juga bagi orang-orang yang tidak menunaikan nazarnya kepada Allah SWT., yang diperumpamakan seperti perempuan yang mengurai benangnya yang sudah dipintal dengan kuat sehingga tercerai-berai kembali. Sebagai hukuman untuk memperoleh pengampunan-Nya atas pelanggaran nazar itu, diwajibkan untuk memberi makan sepuluh orang miskin, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak atau berpuasa selama tiga hari.

Allah SWT berfirman : 'Dan mohon ampunlah kepada-Nya, sesungguhnya Dia Maha Penerima Taubat. (QS 110 :3)

Orang-orang yang mempunyai kesadaran akan mahalnya nilai penyesalan, rela mengorbankan harta benda, jiwa dan raganya untuk berupaya meraihnya. Sebuah kisah meriwayatkan, seorang sahabat datang terlambat ke Mas’jid, ‘Engkau terlambat, Rasulullah,saw., sudah selesai berkhotbah,’ demikian kata jemaah lain. Mendengar fakta itu, dia sangat menyesal, sambil menarik nafas panjang, dia mengeluarkan suara ‘ah’. Lalu ada sahabat yang lain mendengar suara penyesalan itu, ‘Berikan ah itu kepadaku, dan akan aku tukar dengan shalatku’, demikian terjadilah tukar menukar. Malam itu, ketika ‘sipembeli ah’ tertidur, ia mendengar sebuah suara ‘Engkau telah membeli Air Kehidupan dan Keselamatan, pilihanmu tepat’.

Berjalanlah dari Ah menuju Hu
Walaupun Ah adalah ungkapan kesedihan dan penyesalan
Namun Hu adalah ungkapan kegembiraan yang tertinggi

Jadi pertaubatan juga merupakan ilmu tahapan, maqom awal atau gerbang untuk memasuki alam kesucian, semakin tinggi bobot kesalahannya semakin besar pula denda atau upaya meperoleh ampunan-Nya atau semakin tinggi pula tingkat mujahadahnya. Hakikatnya, semua perbuatan dosa pastilah mendapatkan hukuman-Nya, dan bila tidak ingin mendapatkan siksaan yang dasyat di yaumil qiyamah nantinya, maka wajib diganti dengan melakukan ‘penyiksaan’ di dunia ini. Dengan jalan, mengorbankan harta benda dan berpantang dari kesenangan duniawi, seperti berpuasa, bersedekah dan terjaga di malam hari serta tidak berbicara dengan manusia. Seperti yang terjadi pada Nabiyullah Adam,as., setelah beliau melakukan pelanggaran maka ‘dipotongnya’ kesenangan hidup di surga dan harus menjalani ‘penyiksaan’ di dunia. Begitu pula yang terjadi pada Nabiyullah Yunus,as., beliau harus menjalani ‘penyiksaaan’ didalam perut ikan paus, yang berlapis-lapis kegelapannya. Lalu Allah SWT menurunkan rahmat-Nya dengan mengajarkan kepada keduanya kalimat taubat yang masyhur itu, dan begitu mereka merasa telah mendzolimi dirinya sendiri (penyesalan) dan memohon pertolongan Tuhan, barulah mereka memperoleh pengampunan-Nya. Inilah kedua kalimat taubat yang masyhur itu :

Allah SWT berfirman : 'Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami temasuk orang-orang yang merugi. (QS 7 : 23). Dan 'Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim. (QS 21 : 87)

Taubat dari sudut lain dapat berarti berpaling dari ketidaktaatan ke ketaatan dan berpaling dari diri kepada Tuhan. Dosa manusia awam adalah hal-hal yang bertentangan dengan perintah Tuhan, sementara dosa para pejalan adalah bertentangan dengan kehendak Tuhan. Maka dari itu, dosa manusia awam adalah berupa ketidaktaatan, dan dosa para pejalan berupa pengakuan tentang keberadaan mereka sendiri. Jika seseorang berpaling dari kekeliruan ke kebenaran, mereka mengatakan, ‘Ia bertaubat’, tapi jika seseorang berpaling dari yang benar ke yang lebih benar, mereka mengatakan, ‘Ia kembali’.

Tidak ada bentuk peribadatan yang terangkai secara sempurna guna memperoleh ampunan-Nya, kecuali ‘khalwat’. Karena didalam khalwat terdapat semua syarat-syarat pertaubatan, tak terkecuali shodaqoh, karena sebelum memasuki khalwat biasanya para salik telah bershodaqoh terlebih dahulu untuk membersihkan dirinya secara lahir ataupun batin. Disamping itu didalam khalwat selalu dalam keadaan berdzikir dan terjaga dimalam hari, seperti sabda Rasulullah,saw., bahwa dzikrullah lebih baik dari mendermakan emas dan perak dan juga melakukan wirid-wirird (aurad) khususnya membaca maqoladus samaawaati wal ardh sebanyak seratus kali pada setiap harinya, sebagai berikut :
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ واللهُ أَكْبَرُ، وَسُبْحَانَ اللهِ وَاْلحَمْدُ ِللهِ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الَّذِيْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ اْلأَوَّلُ وَالآخِرُ والظَّاهِرُ وَالْباَطِنُ يُحْيِيْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ حَيٌّ لاَ يَمُوْتُ بِيَدِهِ اْلخَيْرُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ - x 100
Yang mempunyai sepuluh keutamaan : (1). Semua dosa-dosa yang terdahulu akan diampuni. (2). Azabnya dari api neraka akan dihapuskan. (3). Dua malaikat akan ditunjuk untuk mengawalnya siang dan malam agar terhindar dri azab dan penyakit. (4). Dia akan memperoleh Rahmat Allah. (5). Akan mendapat berkah sebanyak orang yang membebaskan budak dari turunan Nabi Ismail,as., (6) akan mendapatkan berkah seakan-akan telah khatam membaca Al Qur’an, Zabur, Taurat dan Injil. (7). Sebuah rumah akan didirikan di surga. (8). Akan dikawinkan dengan bidadari surga. (9). Akan diberikan mahkota kehormatan. (10). Permohonan syafa’atnya untuk tujuh puluh kerabatnya akan diterima.

Salah satu menu dalam berkhalwat, adalah melakukan pertaubatan secara lahiriyah dan batiniyah secara bersama-sama, dengan cara beristigfar atas delapan anggota badan yang selalu membuat dosa yaitu mata, hidung, mulut, telinga, tangan, perut, kemaluan dan kaki dan tujuh yang batiniyah yaitu Latifatul Qolbi, ruh, siir, khofi, akhfa, nafs natiqa dan kullu jasad sebanyak masing-masing seribu kali jadi jumlahnya lima belas ribu kali banyaknya. Syaikh (semoga Allah merahmatinya) berkata : “Setiap istigfar harus disertai dengan rasa penyesalan dalam hati, lakukanlah seolah-olah engkau sedang memohon ampun kepada raja yang ada dihadapanmu, jangan bertumpu pada hitungan.”

Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) pernah berkata : ‘Ciri-ciri orang yang bertasawuf adalah gemar bertaubat, dijadikannya taubat menjadi pakaiannya, tiada hari berlalu tanpa melakukan shalat sunah taubat dan selalu dalam keadaan berwudhu dimanapun dan kapanpun.”

Jika tindakan lahir dapat mengakibatkan dosa, maka tindakan batin juga demikian. Orang yang merasa iri dan berkeinginan untuk mempunyai milik orang lain adalah orang yang berdosa, karena tindakan bersifat sementara dan keinginan bersifat abadi. Rasulullah saw pernah bersabda tatkala melihat dua orang muslim yang bertarung dan salah satunya terbunuh : ‘Yang membunuh maupun yang terbunuh akan masuk neraka,’ seorang sahabat bertanya : ‘Mengapa yang terbunuh juga masuh kedalam neraka ?’ Beliau menjawab : ‘karena dia juga berkeinginan membunuh.’

Seorang salik berkata kepada sahabatnya : ’Setelah mengikuti pengajian sekian lamanya, tidaklah mudah untuk meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT,’ Dijawab oleh sahabatnya : ‘Hidup seperti sedang menyeberangi zebra cross, kadang-kadang menginjak warna putih dan terkadang menginjak yang hitam, itu adalah sebuah ketentuan (takdir), dengan banyak berdzikir kita diberikan kemampuan untuk melihat dengan jelas, jikalau sedang diperjalankan menginjak yang putih patutlah disyukuri, dan bila sedang menginjak yang hitam segeralah bertaubat, justru dengan merasa berdosa ini, seseorang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT, bila seseorang bersyukur atas nikmat-nikmat dari-Nya, Dia akan menambahnya dan jikalau seseorang bertaubat dari kesalahannya Dia akan mencintainya .’

Sungguh malu, bertaubat pun harus meniru
Dari sang guru yang memakai jubah biru
Hatipun rindu melihat lidah yang berseru minta ampunan-Nya
Dan lidahpun rindu melihat hati yang menyesal atas semua kekeliruannya

Pertaubatan tanpa penyucian tidak sempurna
Penyucian tanpa pertaubatan sia-sia
Ini jalan cinta, bukan jalan biasa
Bertaubat menggugurkan dosa
Dan bersuci mendekatkan dengan Dia

Imam Junayd (semoga Allah merahmatinya) berkata : “Taubat itu melupakan dosa, orang yang bertaubat adalah pecinta Tuhan, sedang pecinta Tuhan itu senantiasa berada dalam perenungan tentang Tuhan, dan dalam perenungan tidak dibenarkan mengenang dosa, karena mengenang dosa adalah tabir antara Tuhan dan orang yang melakukan perenungan.”

Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata : ’Barang siapa lupa berdzikir kepada Allah SWT adalah dosa, karena saat itu ia berpaling dari Allah SWT, sedangkan mengenang dosa adalah dosa, karena mengenang selain-Nya adalah berpaling dari-Nya.’

Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) pernah menyampaikan wejangan berkenaan dengan perkataan Imam Junayd diatas yang mengatakan bahwa ‘Taubat itu melupakan dosa,’ yaitu bukan berarti melupakan dosa-dosa yang pernah dilakukan sebelumnya, melainkan bilamana seseorang telah memasuki alam kesucian, hatinya telah terpenuhi dengan kebenaran-kebenaran (cahaya) dan tidak ada sedikitpun kejahatan (dzulumat), maka tidak akan pernah lagi terpikir tentang perbuatan dosa, niat berbuat dosa, apalagi melakukan perbuatan dosa.

1 komentar:

  1. AssalamoAlaikum!
    I am Syed Muzammil Hussain NAqshbandi from Pakistan, i like your blog very much.I am very glad to see the mazar of Naqshbandi Sofis on your blog.Can you please send me these photos in high resolution on muzammilmasoomi@gmail.com. I will be very thankful to you for this kindness.

    BalasHapus