Kamis, 05 November 2009

PUASA

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim

Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibakan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa .QS. 2 : 183

Singkirkan payung ini dariku, aku malu, kata Syaikhuna kepada murid yang memayunginya, lalu beliau berlari-lari kecil menuju makam manusia Agung, Wali Qutub, Al Ghawts Hadrat Syaikh Muhammad Bahaudin Syah Naqsyabandi, yang lahir pada bulan Muharram 717 H di desa Qasr Al Arifan yang sangat dekat dengan Bukhara. Allah SWT telah memberikan karunia keajaiban semenjak ia kecil, sehingga ilmunya bak samudera yang tak bertepi, setiap gulungan ombaknya menghapuskan kesedihan para pecinta. Anggur spiritualnya akan melepaskan dahaga jiwa para pemabuk. Nafas sucinya akan mensucikan setiap jiwa manusia tanpa terkecuali. Jangkauan pandangannya menembus sudut yang tersulit dari rahasia dan misteri Illahi. Dari timur hinga barat semua terselimuti harum semerbak wangi makrifatnya, setiap orang yang memasang kecintaan dan tak’zim terhadapnya akan mengangkasa ke langit spiritual. Beliau adalah guru teragung dari tariqat naqsyabandiyah yang sungai-sungai kwajagan bermuara kepadanya.

Guru spiritual pertamanya adalah Syaikh Muhammad Baba As-Samasi, yang menurunkan rahasia-rahasia ilmu langit kepadanya, dan juga dari guru selanjutnya Sayyid Amir Kulal Al Bukhari, yang melimpahkan semua rahasia yang ada didalam dadanya. Secara uwaisy beliau juga mendapat curahan ilmu dari Hadrat Syaikh Abdul Khaliq Al Gjuhdawani yang telah mendahuluinya lebih dari dua ratus tahun.

Tiga prinsip tarekat Naqsyabandiyah dari Hadrat Syaikh Muhammad Bahaudin Syah Naqsyaband adalah :

Yang pertama wuquf zamani, dapat diartikan sebagai ‘berhenti sejenak’ dari perjalanan kehidupan ini untuk membangkitkan kesadaran akan waktu yang telah berlalu, bisa dilakukan dalam satu hari, enam jam, tiga jam atau satu jam sekali, dengan memeriksa berapa banyak waktu yang telah disia-siakan dari mengingat atau perhatian kepada Allah SWT. Para masyaikh terdahulu menyebutnya ‘muhasabah’. Bila menelusuri lorong-lorong waktu ini, pastilah terdapat kelalaian yang begitu banyak, dalam satu menit jantung ini berdetak tujuh puluh kali, bernafas sebanyak tiga puluh lima kali, dan mata berkedip lima belas kali, jadi jumlah seluruhnya seratus dua puluh kali dari ketiga bagian tubuh itu. Nikmat ini, bila tidak disyukuri dengan berdzikir menjadi dosa dan wajiblah bertaubat atas kelalaian ini, dan berdzikir itu sendiri adalah suatu nikmat yang tiada tara, nah nikmat dari Allah SWT ini bersusun-susun, dari yang tampak sampai pada yang tersembunyi, oleh karenanya pastilah manusia selalu dalam keadaan kufur nikmat, untuk itulah Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata : ‘Perbanyaklah bertaubat dengan melakukan shalat taubat disetiap waktu.’ Ciri-ciri orang yang selalu mendapat limpahan cahaya dari Allah SWT adalah seperti dalam firman-Nya : 'Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayar zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.' (QS 24 : 37)

Hadrat Syaikh Muhammad Bahaudin Syah Naqsyband (semoga Allah mensucikan ruhnya) berkata : ‘Engkau harus menjadi awas akan dirimu, jika engkau mengikuti syari’ah maka engkau harus bersyukur, dan bila tidak, maka engkau harus memohon ampunan-Nya.’

Yang kedua wuquf `adadi, adalah kesadaran akan jumlah, seseorang yang sedang berdzikir wajib memperhatikan bilangan ganjil pada dzikirnya. Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) menganjurkan murid-muridnya untuk melakukan dzikir yang berkenaan dengan adanya kesadaran akan hitungan ganjil : ‘Tariklah nafas sambil berdzikir Allah .. Allah .. Allah sebanyak tiga puluh tiga kali, lalu tahan nafas dibawah pusar dua jari dan sambil berdzikir Allah .. Allah .. Allah sebanyak tiga puluh tiga kali, lalu keluarkan nafas perlahan-lahan sambil berdzikir Allah .. Allah .. Allah sebanyak tiga puluh tiga kali. Juga dikesempatan lain beliau mengajarkan dzikir lam nafi isbat, yaitu dimulai dengan menarik nafas panjang dari hidung sambil hati menyebut Allah … Allah … Allah lalu nafas ditahan dipusat tubuh (dua jari dibawah pusar), lalu gerak-kan kepala dimulai dari pusat tubuh ini menuju ke ubun-ubun dengan menyebut didalam hati Laa …., nafas tetap ditahan lalu gerak-kan kepala kearah bahu kanan dan hati menyebut Ilaaha ….., nafas tetap ditahan lalu kepala di palukan ke latifatul qolbi dan hati menyebut Illallaah …. Nafas tetap ditahan, dan ulangi lagi mulai dari menggerakkan kepala dari pusat tubuh seperti diatas. Hal ini dilakukan berulang-ulang dalam bilangan ganjil, tahap awal dapat dimulai dengan 7(tujuh) kali, lalu pada hitungan ke tujuh posisi kepala masih tertuju kepada latifatul qolbi, lepaskan nafas perlahan-lahan sambil hati menyebut Muhammad Darasulullah SAW, lalu ulangi proses dari paling awal yaitu menarik nafas panjang tanpa diselingi menarik beberapa kali pernafasan dst, dan dikerjakan selama tujuh kali pula. Hal tersebut dapat dilakukan maksimum 21(dua puluh satu) kali. Manfaat dzikir ini adalah mengikis kemunafikan dan membangkitan rasa cinta yang menggebu kepada Allah SWT.

Dilain kesempatan Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata : ‘Bila berdzikir jangan bertumpu pada hitungannya, tetap pertahankan sebuah rasa bahwa Allah bersama-sama dengan kita.’ Tidaklah wejangan ini mempunyai maksud yang berseberangan dengan keterangan diatas, hal ini dimaksudkan untuk murid-murid yang sudah berada pada tahap yang lain, sehingga hitungan sudah tidak menjadi latihan konsentrasinya. Berbeda, bagi murid yang baru, dianjurkan untuk menjaga hitungan dzikir sebanyak seratus enam puluh lima kali, tujuannya adalah untuk menjaga hati agar tetap aman dari pikiran buruk dan untuk meningkatkan konsentrasi dalam usaha mencapai jumlah pengulangan yang telah ditetapkan oleh Syaikhuna secepat mungkin. Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata : ‘Allah itu witir dan menyukai yang ganjil, barang siapa melakukan dzikir dalam bilangan ganjil secara istiqomah, maka Allah akan menurunkan Keganjilan-Nya.’ Murid itu akan dikarunia suatu yang terlihat ganjil bagi kebanyakan orang, pengetahuan tentang Al Qur’an akan terbuka, jalan-jalan di langit akan tampak jelas, dan firasatnya menjadi-jadi. Dan beliau juga berkata : ‘Tanda seseorang yang sedang meluap cintanya adalah, dia akan mencintai apa-apa yang dicintai kekasihnya dan membenci apa-apa yang dibencinya.’

Berkenaan dengan ini Syaikhuna mengajarkan teknik dzikir dengan berkata : ‘Setelah selesai mengerjakan pekerjaan tarekat yang rutin, kerjakan dzikir ini untuk membangkitkan kecintaan kepada Al Witir, maka rizki berupa keganjilan akan terlimpah kepadamu. Tekniknya dilakukan dengan cara di-dhorob-kan atau dipalukan seperti pada dzikir dzahar. Pada saat menyebut Ya Ahad kepala diarahkan ke bahu kiri dan menjatuhkan rasa keesaan, lalu menyebut Ya Shomad kepala diarahkan kebahu kanan menjatuhkan rasa tempat meminta atau bergantung, lalu menyebut Ya Witir kepala dipalukan ke dalam Latifatul Qolbi menjatuhkan rasa Maha Ganjil, lakukan ini sebanyak-banyaknya.’

Hadrat Syaikh Muhammad Bahaudin Syah Naqsyband berkata : ‘Memperhatikan jumlah dzikir adalah langkah pertama dalam tahap mendapatkan Pengetahuan (`ilm ul-ladunni).’

Yang ketiga wuquf qalbi, adalah kesadaran akan hati bersama-sama dengan Allah SWT, Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata : ‘Sebelum tidur bacalah dalam hati Allahu Hadiri, Allahu Nazhiri, Allahu Ma’i, sebanyak lima belas kali. Ini adalah suatu cara untuk menghadirkan hati agar selalu bersama-sama dengan Allah SWT sekaligus memperhatikan bilangan ganjil, yang berarti barang siapa mengerjakan aurad ini, telah melakukan wuquf qalbi yang sekaligus mengerjakan wuquf ‘adadi.

Kesebelas prinsip tarekat Naqsyabandiyah, secara sederhana telah disampaikan oleh Syaikhuna kepada murid-muridnya dengan cara yang amat sederhana, dengan berulang-ulang menjelaskan makna dawamu dzikri dan dawamu ubudiyah.

Tubuh syaikhuna terlihat bergetar, tangan dan bibir yang suci itu pucat kedinginan, lalu beliau bersimpuh dihadapannya. Hujan rahmat masih turun membasahi rubat yang besar nan elok ini, dua orang Turki masih terus membuntuti Syaikh sejak di komplek pemakaman. Udara semakin dingin ditambah dengan angin yang bertiup kencang, alis mata mulai basah, pandangan menjadi samar karena terhalang oleh cipratan air hujan yang jatuh tepat mengenai dahi. Entah dari mana datangnya, seorang yang tampak tua mempersilakan Syaikhuna pindah ketempat yang terlindung dari hujan. Jiwa dan seluruh raga masih menggigil kedinginan, dalam keadaan ini, berkata-kata didalam hati akan lebih jelas, karena bibir dan geraham tidak dapat dikendalikan. Syaikhuna mencoba berdoa dengan suara yang terpatah-patah, airmata dan airhujan bercampur membasahi pipi, tiba-tiba keajaiban datang, sebuah rasa hangat hinggap kedalam dada lalu menyebar keseluruh tubuh, mengusir rasa dingin sampai keujung-ujung kuku, pandangan menjadi jelas, pikiran menjadi terang, hati menjadi tenteram, dan jiwa menjadi bergairah, suara Syaikh yang sedang berdoa menjadi berat dan tegas, hanya getaran suara kerinduan yang tetap tidak bisa ditutupinya. Doa-doa andalan para wali dari Banten mengalun di Bukhara dengan indahnya, jutaan ruh-ruh suci yang berasal dari rubat ini mengaminkannya, nada suara syaikh mengukir disetiap sudut makam Hadrat Syaikh Bahaudin Naqsyabandi dengan huruf Allah, semua tenggelam dihadiratnya. ‘Seandainya Allah tidak mengeluarkan dari keadaan ini, oh sungguh nyamannya, murni dan bening segala sesuatunya,’ desah seorang murid. Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata : ‘Begitulah bila seorang Wali Qutub memperlihatkan kewaliannya.’

Seorang murid pernah mendengar secara langsung bahwa Syaikhuna mendapatkan khirkoh tarekat Naqsyabandiyah dari Hadrat Syaikh Muhammad Bahaudin Syah Naqsyabandi dirubat yang megah ini secara uwaisy, dan beliau menyematkan sebuah kopiah merah yang dililit oleh sorban putih kepada Syaikhuna, lalu sebagai tanda penghormatan yang terbesar, Syaikhuna di persilakan untuk meng-imami shalat para ahli silsilah Naqsyabandi.

Tiga tahun telah berlalu, namun jejak-jekak kaki dan harum semerbak nafas spiritual Syaikhuna masih bisa dirasakan, syukur alhamdulillah, saat sekarang madrasah sudah terisi oleh para murid, pintu masuk depan sudah dipugar sedemikian indahnya. Makam ibunda tercinta Hadrat Syaikh sudah diperbaiki dan letaknya hanya berbatasan dengan kebun mawar dan kebun anggur, rubat pun sangat terawat dan apik.

Waktu magrib sudah hampir tiba, penjaga rubat membacakan ayat suci Al’Qur’an suratul Muzzamil, guna memperlihatkan bahwa rubat ini dibangun dengan teknik yang sangat tinggi, sehingga membuat suara terdengar bulat, bening serta tidak bergema, sampai kepada sudut ruangan yang terjauh. Surat Al Muzzamil inilah yang juga dibaca pertama kali di waktu Subuh oleh Imam Mas’jid Nabawi (Mas’jid Nabi,saw) tatkala Syaikhuna dan murid-muridnya berziarah ke Madinah Al Munawarah beberapa tahun yang lalu.

Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata: ‘Tasawuf adalah puasa.’ Bukan berarti orang yang berpuasa sudah bertasawuf, akan tetapi hakikat puasa mewakili kehidupan bertasawuf. Berpantang dari dunia adalah inti berpuasa, dan keberpantangan mencakup semua pokok tasawuf, sesuatu yang halal diharamkan disiang hari, seluruh panca indra dijaga untuk melakukan tindakan-tindakan yang bermanfaat untuk akhirat, gerak gerik hati diteliti setiap saat agar tidak ada sesuatupun selain Allah SWT. Perbandingannya jelas satu dari dua belas bulan dipakainya untuk hijrah dari kehidupan biasa masuk kedalam kehidupan kesucian. Para ahli dzikir melakukan keberpantangan pada setiap harinya sampai matinya.

Berbeda orang yang lapar lalu menangis dengan orang yang menangis karena lapar. Yang pertama lapar yang diniatkan lalu dijadikan tiang mujahadahnya, agar ditemukan mata air kebijaksanaan, tiada yang tahu akan pahala ibadah seperti ini kecuali hanya Allah semata, ia menangis karena mendapatkan kunci akhirat (lapar) sedangkan yang kedua lapar yang tidak diniatkan dan tidak ada makanan sedikitpun untuk dimakannya, dia menangis karena tidak mendapatkan kunci dunia (makan) dan mengabdi kepada jiwa rendahnya yang menyuruhnya agar segera melepaskan syahwat untuk makan, ini tidak bermanfaat bagi olah batin dan tidak berpahala sama sekali. Manfaat lapar itu adalah milik orang yang berpantang dari makan, bukan orang yang dicegah dari makan, walaupun rasa lapar itu merupakan penyiksaan bagi badaniyah, ia mencahayai hati dan membersihkan jiwa, sedangkan makan banyak merupakan kebiasaan binatang.

Orang yang terus-menerus melakukan latihan ruhaninya dengan lapar, yang bertujuan mendapatkan ridha dari Allah SWT dan melepaskan diri dari ikatan duniawi derajatnya tidak sama dengan orang biasa. Kekotoran, kerusakan akhlak ini disebabkan karena manusia mengejar kesenangan-kesenangan. Masih ingatkah karena secuil makanan Nabiyullah Adam, a.s., jatuh kebumi.

Puasa telah diperintahkan kepada Nabi, saw beserta umatnya dan nabi-nabi terdahulu ini adalah perintah suci yang datang dari Yang Maha Suci dan diwajibkan pada bulan yang suci (Ramadhon). Puasa membuat manusia rendah hati dan mawas diri, sebaliknya ketika kenyang, manusia akan merasa angkuh dan sombong, sesungguhnya makhluk tidak mempunyai hak untuk itu. Itulah sebabnya puasa adalah ibadah yang paling utama. Rasulullah saw bersabda : “Segala sesuatu mempunyai pintu, dan pintunya ibadah adalah puasa.” Dan sabdanya lagi : ‘Jika umatku mengetahui keutamaan bulan Ramadhon maka mereka menghendaki setiap bulannya adalah bulan Ramadhon.’ Hubungan puasa dengan bulan suci Ramadhon laksana sebuah gudang yang berisi khasanah Rahmat, maghfirah, dan itqun minan-naar (kebebasan dari api neraka), dan pintunya adalah puasa. Semua khasanah yang tak terhingga nilainya itu disedikan oleh Allah SWT bagi manusia yang berpuasa. Janji Allah pasti ditetapi tidak seperti janji manusia, untuk itu pergunakanlah bulan yang penuh berkah ini dengan berpuasa sebaik-baiknya. Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) juga berkata di awal bulan Ramadhon : ‘Kita memasuki bulan keberpantangan kecuali satu hal, yaitu kepada fakir miskin, dekaplah mereka lalu berbagi rasa dan harta kepadanya.’ Didalam bulan Ramadhon juga ada kewajiban membayar zakat fitrah, ini menunjukan adanya pintu lain yang mempercepat sampainya kepada khasanah tadi, bayangkan zakat fitrah yang diterima oleh para fakir miskin lalu menggembirakan hati mereka, bias itu akan terpendar kepada sipembayar zakat, qolbunya akan bercahaya, dan kebahagian akan terus menyelimuti jiwanya. Para sahabat Rasulullah saw., sangat memahami akan keutamaan berpuasa di bulan ramadhon, sehingga air mata mereka bercucuran tatkala berpisah dengan bulan yang teramat suci ini.

Tanpa berpuasa, mustahil, seseorang menjadi seorang pelaku ibadah yang tangguh, mengapa? Karena jiwa rendah tidak akan memperkenankannya. Pertama dia akan menyangkal, lalu keberatan dan menolaknya. Itulah betapa buruknya prilaku jiwa rendah. Dia adalah makhluk terburuk yang pernah diciptakan, gerakannya sangat halus, dia bisa menyelinap seolah-olah bersahabat dengan akal dan tanpa terasa menjerumuskan seseorang. Tujuan utamanya adalah menghalangi seseorang untuk menjadi hamba yang patuh dan taat. Allah SWT berfirman : 'Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’ (QS 12: 53).

Manusia zaman kini mempunyai persepsi bahwa jiwa rendah adalah hamba yang patuh, ini bisa dilihat dari prilaku kehidupannya yang hanya digunakan untuk mengejar kesenangan, atau sama artinya dengan memberi makan jiwa rendahnya, tanpa adanya kesadaran bahwa jiwa rendah selalu menyangkal dan menolak untuk berpuasa, membayar zakat, shodaqoh dan shalat. Lihatlah di tv pada saat menjelang sahur, hampir semuanya mengumbar obrolan sia-sia dan banyak tawa, itulah golongan penghibur, yang hakikatnya adalah penghibur jiwa rendah dan ketahuilah bahwa penghibur jiwa rendah ini adalah golongan syaithon. Dunia ini ada karena ketidaksadaran mereka, karena mereka telah melupakan Tuhan, serta mengajak orang lain turut melupakan-Nya, hanya sekedar untuk mendapatkan uang receh. Bila mereka sadar dan kembali mengingat Tuhan, maka dunia ini akan lenyap. Semoga Allah SWT menunjukinya jalan yang benar. Lebih ironis, ada golongan atau sekelompok orang yang mengaku beriman dan beragama Islam, gencar mengikuti HAM (Hak Azazi Manusia), bahkan dinegri tercinta kita ini marak sekali bermunculan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mengatas namakan HAM, yang berlandaskan kebebasan, bahkan seorang tokoh tatkala menjadi pejabat pemerintah, bersumpah tidak akan menerapkan syariat Islam, naudzubillah mindzalik ! Itulah pengakuan jiwa rendah, mereka tidak ingin berada di bawah kendali atau perintah siapa pun, mereka ingin benar-benar bebas. Itu artinya mereka berkata, “Engkau ya engkau dan aku ya aku, atau di sana Allah, dan aku di sini!.” HAM sesungguhnya sangat mulia sejauh berpagar pada hukum suci atau syariat Islam, siapa sebenarnya kalian berani-beraninya membelakangi hukum suci?. Masih ingatkah bagaimana Abu Bakar as Siddiq,r.a., dan Umar bin Khatab, r.a., memerangi orang-orang yang enggan membayar zakat dan murtad dari agama Islam ? apakah ini melanggar HAM ? pahamilah para sahabat !

Yang paling efektif untuk membuat jiwa rendah menjadi lemah adalah lapar. Seorang Syaikh berkata : ‘Ketika Allah menciptakan jiwa rendah, Dia bertanya, “Siapa kamu dan siapa Aku?” Jiwa rendah menjawab, “Engkau ya engkau, aku ya aku.” Dia tidak berkata, “Engkau Tuhanku dan aku hamba-Mu!” Kemudian Allah memerintahkan jiwa rendah untuk terjun ke dalam Api Neraka selama 1000 tahun. Setelah itu jiwa rendah ditanya dengan pertanyaan yang sama dan dia menjawab dengan jawaban yang sama. Dia lalu diperintahkan untuk masuk ke Neraka yang dingin selama 1000 tahun, lagi-lagi dia memberikan jawaban yang sama. Kemudian dia diperintahkan untuk pergi ke lembah kelaparan selama 1000 tahun. Ketika dia dikeluarkan dan ditanya, “Siapa Aku dan siapa dirimu?”, lalu jiwa rendah menjawab, “Engkau adalah Tuhanku, Tuhan yang Mahakuasa, dan aku adalah hamba-Mu yang lemah.” Dia menjawab dengan gemetar.’

Tak ada sesuatupun, kecuali lapar yang membuat jiwa rendah menyatakan penghambaannya. Puasa adalah sebaik-baik tameng untuk berperang, dan puasa adalah penjagaan terbaik dari serangan-serangan yang dasyat. Itulah sebabnya, sejak manusia pertama telah diperintah oleh-Nya untuk berpuasa. Perintah berpuasa itu dapat ditemui di dalam kitab Injil, Taurat, Zabur dan di dalam al Qur’an yang diturunkan oleh Allah SWT. Puasa yang paling ringan sesungguhnya diberikan kepada ummat Muhammad Saw., terkemudian. Karena, beberapa periode awal kenabian, para sahabat Rasulullah Saw hanya diperbolehkan membatalkan puasanya antara Maghrib dan ‘Isya, setelah ‘Isya mereka diperintahkan untuk berpuasa kembali, sehingga waktu berpuasanya selama dua puluh dua jam. Kemudian Allah SWT membuatnya lebih ringan, diperkenankan makan, minum dan mendatangi istri pada waktu malam hingga menjelang waktu subuh. Walaupun itu adalah puasa yang ter-ringan, banyak orang yang tidak melaksanakannya. Padahal puasa adalah pintu khasanah tadi dan adalah obat dari segala obat serta mempunyai pengaruh yang baik terhadap tubuh dan jiwa seseorang. Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) sering mengutip sebuah hadis qudsi yang berkata : ‘Al-shawm li wa-ana ajza bihi, Puasa adalah milik-Ku dan Aku yang paling berhak memberikan ganjarannya.’

Hadrat Syaikh Muhammad Bahaudin Syah Naqsyaband, (semoga Allah mensucikan ruhnya) berkata : ‘Sebenar-benar puasa adalah puasa dari segala sesuatu selain Allah.’

Al Imam Abul Qosim al Junaidi (semoga Allah meridhoinya), mengatakan : ‘Puasa adalah separuh jalan.’

Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata : ‘Ada sesuatu didalam dirimu yang selalu meronta-ronta untuk segera dilaksanakan, ketahuilah bahwa itu adalah syahwat.’ Syahwat adalah kendali syaithon, barangsiapa dapat dikendalikannya, maka dialah budaknya. Oleh sebab itu, bukan golongan orang biasa yang mampu mengalahkan syahwatnya, latihan untuk mengekang syahwat yang paling jitu adalah puasa, diawali dengan menahan syahwat ingin makan dan minum, lalu melawan syahwat mengantuk yang mengajak segera tidur, kemudian syahwat mata bila mamandang lawan jenisnya, syahwat telinga yang ingin mendengar pergunjingan, syahwat hidung yang ingin segera melontarkan kekejian, dan syahwat mulut yang segera ingin berbicara bak orang yang terpandai. Menahan syahwat bagi orang-orang yang bertasawuf dikenal dengan istilah mujahadah. Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata : ‘Barang siapa seseorang melakukan mujahadah maka Allah akan membayarnya secara kontan.’

Syaikh Abu Sulaiman ad-Darany, r.a., mengatakan : ‘Bahwa meninggalkan sepotong daging diwaktu makan malam lebih aku sukai dari pada berdiri melakukan shalat sepanjang malam.’

Syaikh Al Waasi’ Achmad Syaechudin (semoga Allah merahmatinya) berkata : ‘Dibolehkan membatalkan puasanya tatkala sedang melakukan safar, akan tetapi sebaik-baik puasa adalah dalam keadaan safar.’ Safar mempunyai arti lahir dan arti batin, keduanya berprinsip kepada riyadhah dan mujahadah, arti lahirnya adalah melakukan perjalanan dari suatu tempat menuju ketempat lain untuk tujuan mendapatkan manfaat batin, dibuatnya jasad ini letih sambil terus menerus berdzikir dan berharap mendapatkan musyahadah, sedangkan arti batinnya adalah berniat hijrah dari kehidupan biasa masuk kedalam kehidupan kesucian.

Ketika Syaikh Abu Yazid al Bisthami,r.a, memasuki Rayy dalam perjalanannya dari Hijaz, masyarakat kota itu berbondong-bondong menemuinya untuk menunjukan rasa hormat kepadanya. Perhatian mereka mengacaukan hatinya dan memalingkan pikiran-pikirannya dari Tuhan. Ketika dia sampai di pasar, dia mengeluarkan sepotong roti dari lengan bajunya dan mulai memakannya. Mereka semua pergi meninggalkan Syaikh, karena hari itu adalah bulan Ramadhan. Syaikh berkata kepada seorang murid yang menemaninya dalam safar ini : “Engkau mengerti begitu aku laksanakan satu hukum, mereka semua menolakku.” Hukum disini adalah hukum suci yang membolehkan seseorang dalam safar tidak berpuasa dan penolakan akan kehormatan dan perhatian dari orang-orang lebih diutamakan, untuk menjaga kualitas keadaan ruhaninya. Jiwa rendah akan senang bilamana mendapatkan sanjungan dan kehormatan dari orang lain, makanya tuan Syaikh segera memenggalnya..

Para salik terbiasa melakukan puasa sunah disetiap hari Senin dan Kamis atau disetiap hari Selasa, Rabu dan Kamis. Jika Syaikhuna menawarkan teh atau sesuatu untuk dimakan maka sudah merupakan adab bahwa para salik akan membatalkan puasanya, dan duduk bersama Syaikh menemani dan mendengarkan wejangan yang bermanfaat bagi kehidupan hati. Hal ini juga biasa dilakukan oleh para sahabat Rasulullah, saw., Seorang Syaikh berkata : ‘Mengerjakan puasa selain dibulan Ramadhon adalah sunah sedangkan memuliakan tamu adalah wajib apalagi memuliakan seorang guru.’

Syaikh Abul Hasan al-Kharqani, r.a., berkata : ‘Jagalah keharmonisan dengan para sahabat, tetapi tidak dalam berbuat dosa’. Ini memberikan pengertian bahwa jika seorang sahabat berkunjung atau bertamu sedangkan tuan rumah sedang berpuasa, maka ia harus duduk bersamanya dan makan bersamanya demi menjaga adab dalam persahabatan dengannya. Salah satu prinsip dalam berpuasa dan ibadah lainnya adalah menyembunyikannya dari penglihatan orang dan makhluk lain. Jika seseorang tetap berpuasa dan menyampaikan kepada sahabatnya bahwa ia sedang berpuasa, maka kebanggaan bisa menyelinap masuk ke dalam hati (riya) yang akan menghancurkan kualitas puasanya. Inilah alasan di balik prinsip tersebut.

Suatu hari Hadrat Syaikh Bahaudin Syah Naqsyabandi (semoga Allah mensucikan ruhnya) sedang berkumpul dengan para muridnya dan disekelilingnya terdapat banyak orang miskin, dan diantara mereka terdapat seorang anak yang sedang berpuasa, Hadrat Syaikh mempersilakan kepada orang-orang disekelilingnya untuk duduk dan makan, tak terkecuali kepada anak yang sedang berpuasa itu. Anak itu menolaknya. Beliau berkata lagi, “Batalkan puasamu dan makanlah,“ lagi-lagi anak itu menolak. Beliau bertanya kepadanya, “Bagaimana jika aku memberimu salah satu di antara hari-hariku di bulan Ramadhan, maukah engkau duduk dan makan?” Sekali lagi anak itu menolak. Beliau berkata lagi kepadanya, Bagaimana jika Aku memberimu seluruh Ramadhanku?” Namun masih saja dia menolak. Lalu beliau bercerita, suatu ketika Syaikh Abu Turab an-Nakhsyabi (semoga Allah merahmatinya), mengunjungi Syaikh Bayazid al-Bistami.r.a., Pelayan beliau menawarkan makanan. Abu Turab berkata kepada pelayan itu, “Ke sinilah, duduk dan makan bersamaku.” Pelayan itu menolak, “Tidak, Aku sedang berpuasa.” Beliau berkata, “Makanlah, dan Allah akan memberimu pahala puasa selama satu tahun. Dia tetap menolak. Beliau berkata lagi, “Ayo makanlah, Aku akan berdo’a kepada Allah agar Dia memberimu pahala dua tahun berpuasa.” Kemudian Hadrat Bayazid berkata kepada Abu Turab an-Nakhsyabi, “Tinggalkan dia, Allah tidak lagi memeliharanya.” Hari-hari berikutnya kehidupannya semakin memburuk dan pelayan itu menjadi seorang pencuri.

Penasihat ruh adalah akal dan panglima hawa nafsu adalah jiwa rendah, sifat akal adalah cahaya (nuur) dan sifat jiwa rendah adalah kegelapan (dhulumaat), bilamana seseorang tidak mampu menahan makan sebanyak-banyaknya maka akan bertambah kuatlah jiwa rendahnya, semakin kelamlah kegelapan jiwanya, dan semakin kokohlah ikatan duniawinya, sedangkan bila seseorang berpantang dari makan (berpuasa) maka jiwa rendah menjadi lemah dan ikatan duniawai menjadi longgar, sehingga akal mendapatkan kekuatan (cahaya) dan rahasia-rahasia dan bukti Illahi menjadi tampak, dan setiap saat benaknya dipenuhi oleh perenungan tentang Tuhan.

Puasa yang sempurna dikala seseorang menjalani khalwat, adab berkhalwat ini mencerminkan penghambaan yang sejati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar