Kamis, 05 November 2009

MANUSIA

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. (QS 33 : 72)

Wajah-wajah rupawan itu tampak bercahaya, tanpa sedikitpun terlihat kelelahan, anak-anak semakin bergairah dan meluap kegembiraannya, musim anggur sudah hampir berlalu, namun masih dapat ditemukan disetiap pojok desa, buah delima merah sebesar buah kelapa sudah merupakan pemandangan yang biasa, buah apel dengan berbagai ukuran dan warna disajikan didalam ember-ember kecil, buah melon berukuran jabang bayi bertumpuk-tumpuk, berbagai macam buah-buahan sangat melimpah ruah dinegeri ini. Perjalanan menuju desa Anjir Fagna sungguh merupakan pengalaman yang berharga, jaraknya tigakilometer dari Bukhara, disinilah Syaikh Mahmud Al Injir Al Faghnawi dilahirkan. Beliau dikenal dilingkungan kwajagan sebagai yang pertama kali mempraktekkan dzikir Jahr (dzikir yang berbunyi) atau dzikir dhorob, dan ketika beliau ditanya alasannya, “Untuk membangunkan yang tidur,” Jawabnya. Maksudnya adalah, membangunkan hati yang tidur, telinga hati yang tuli dan mata hati yang buta agar mampu kembali kepada fitrahnya sebagai ‘tempat’ bersemayamnya Tuhan semesta alam.

Tiga tahun yang lalu, di rubat yang indah ini, seorang murid merasa tidak enak tatkala Syaikhuna minta dibawakan air untuk berwudhu, saat itu memasuki musim dingin tepatnya dibulan April tahun dua ribu empat. Dicarinya sumber air, semuanya kosong dan mengering, lalu dilihatnya sebuah teko tidak jauh dari tempatnya berdiri. Hatinya hancur berkeping-keping, khawatir Syaikhnya akan kedinginan berthaharah menggunakan air yang dingin ini. Syaikhuna hanya tersenyum sambil berwudhu dengan sempurna, lalu beliau berkata kepada murid itu : ‘Barokaullah, sekarang giliranmu.’ Diserahkannya teko itu kepada murid yang lain agar dapat membantunya, jantung berdetak semakin keras, pandangan mata tertuju pada ujung teko, air mulai mengucur menyentuh telapak tangannya, seketika mukanya berubah menjadi merah, Subhanallah, (pekik murid tadi) ternyata air itu telah menjadi hangat, dan hangatnya menyebar keseluruh tubuh, lalu bergantian murid yang lain pun berwudhu. Ajaib, air dalam teko yang berukuran kecil itu, tidak habis dipakai berwudhu oleh empat orang. Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata : ‘Air yang dingin itu menjadi hangat, dibakar oleh panasnya cinta seorang Syaikh kepada murid-murid yang berbakti tanpa pamrih, dan air yang tidak habis itu, melambangkan sifat ilmu yang tak akan habis.’

Dimusim yang dingin itu, burung-burung berkicau dengan merdunya, seolah mengucap salam kepada rombongan para ahli dzikir, khususnya kepada Syaikhuna. Sudah merupakan tradisi, bahwa tamu yang datang dengan membawa kecintaan ke rubat ini, akan disambut oleh suara kicauan burung yang mendayu-dayu. Pohon-pohon apricot tertunduk malu bercampur sedih, karena musim panen telah berlalu, tak ada satupun buah yang tersisa untuk tamu-tamu yang istimewa ini. Daun-dedaunnya saling berdekapan, batang dan ranting-ratingnya mulai terkelupas kulitnya, sebagai ungkapan pedihnya duka. Udara yang tipis mendadak berganti menjadi segar, semua dapat merasakan kenyamanannya, nafas kehidupan berupa oksigen ini menjadi satu-satunya persembahan dari pohon-pohon apricot. Pohon anjir yang tumbuhnya merunduk tetapi kokoh masih dapat dijumpai. Syaikh langsung menuju kemakam dan memimpin doa, isim tunggal mengalun dengan gagahnya, kalimat-kalimat kunci perbendaharaan langit dan bumi dengan lirih keluar dari mulut yang suci, tak lupa doa teruntuk kedua orang tua terdengar sedih, semuanya dipersembahkan bagi sang wali agung ini. Dalam keadaan tercekik rindu yang lama, seberkas cahaya singgah di pundak kiri Syaikhuna. Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata : ‘Tarekat Qodiriyah berada dipundak kananku dan tarekat Naqsyabandiyah berada di pundak kiriku, hal ini mengisyaratkan adanya amanah untuk terus melestarikan kedua tarekat ini.’

Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata : ‘Dzikir Jahr atau Dzikir dhorob berfungsi untuk mencerahkan qolbu.’

Syaikh Hafiz ad-Din,ra., berkata : ‘Dzikir Jahr, adalah untuk siapa saja yang mengharapkan keadaan yang kemurnian lidahnya dari berkata bohong dan gibah, serta mencegah berbuat sesuatu yang dilarang untuk dilakukan, dan membersihkan dari kebanggaan diri.’

Manusia tadinya tidak ada, lalu Dia membuatnya ada, dan mau tidak mau harus memikul ‘amanat atau kebaikan yang dipercayakan’ itu, yang berupa kewajiban mengenal dan menyembah-Nya, oleh sebab itu Dia menghinggapkan bermacam keunggulan dibanding makhluk ciptaan lainnya, antara lain naluri dan ruhani. Barang siapa mengikuti nalurinya, ia akan jatuh lebih rendah dari hewan, karena hewan, hanya mempunyai naluri tanpa ruhani dan hanya memikirkan bagaimana dapat bertahan hidup di alam dunia ini, tanpa mempunyai pilihan, sebaliknya bila manusia menggali dan terus mengeksploitasi potensi kualitas-kualitas ruhaninya, lalu mengembangkan dan memurnikannya, maka ia akan terbang melebihi malaikat, karena malaikat, hanya mempunyai ruhani tanpa naluri, makanya dia patuh khususnya dalam penyembahan dan menjalankan perintah-Nya. Jadi manusia adalah makhluk yang lengkap, yang didalamnya bersama-sama ada naluri dan juga ruhani, bak sebuah sayap malaikat yang terbawa dan terikat pada ekor keledai, begitulah Syaikh Jalaluddin Rumi menyebutnya. Hebat memang, hewan di alam dunia dan juga malaikat di alam malakut dalam tindakannya tidak mempunyai pilihan, mereka patuh atas kehendak Tuhan, sedangkan manusia dalam posisi unik ‘mempunyai sejumlah pilihan’, karena berada diantara materi murni yang mengadung unsur-unsur dunia dan ruh murni yang mempunyai Sifat-sifat dan misteri Nama-nama Ilahi.

Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) sering berkata : ‘Tatkala manusia lahir kedunia ini, ia akan segera terwarnai oleh unsur-unsur alam semesta yang sedang dominan disaat itu, apakah itu amarah yang sedang merajalela, atau hasud yang subur tumbuh disana-sini ataukah fitnah-fitnah yang lain, sehingga sifat-sifat buruk itu melekat padanya.’ Syaikh juga sering memperlihatkan jari jemari tangannya untuk menunjukkan bahwa tentara jiwa rendah itu berbeda-beda kadarnya pada setiap orang, ada yang sifat irinya menonjol namun sifat amarahnya rendah, dan ada yang sifat serakahnya dominan sedangkan sifat kikirnya redah. Oleh sebab itu jiwa rendah adalah substansi atau ada pada setiap orang tanpa terkecuali, dan hal ini memang dicipta oleh-Nya sebagai salah satu penghalang atau penghadang sosok manusia untuk mengenal-Nya. Bahkan sosok manusia terbaik yang pernah Allah SWT ciptakan, Sang Musthafa pun pada usia dini harus dibelah dadanya oleh Malaikat Jibril,as., untuk mengeluarkan kotoran-kotoran yang melekat didalam dadanya. Demikian Allah SWT ingin menunjukkan bahwa siapapun yang terlahir di alam dunia ini akan terbias oleh sifat-sifat buruk yang dominan pada saat ia dilahirkan dan tanpa adanya pertolongan dari-Nya mustahil manusia dapat melumpuhkannya. Bila sifat dengki yang sedang tidur itu terbangun maka tidak ada sesuatupun dalam diri manusia yang mampu membendungnya, berarti tambah lagi setitik noda mengotori kalbu, keranjang dosa semakin penuh terisi, dan rumah dengki semakin gemuk. Yang berarti akan bertambah pula hijab-hijab baru akan kebenaran, maka tidaklah heran bila doa-doa orang yang hatinya kotor akan terhalangi oleh hijab-hijab ini, dan tidak usah bertanya-tanya lagi, mengapa doa ku belum terkabul jua ? Akan tetapi bagi seseorang mendapatkan rahmat dari Allah SWT, maka ia akan segera menyadari kekeliruannya dengan beristighfar dan memenggalnya dengan menyebut kalimat penghancur keburukan-keburukan, pembersih qolbi ‘Laa Ilaaha Illallaah’ sebanyak sepuluh harokat banyaknya yang di dhorobkan kedalam latifatul qolbi serta malam harinya melakukan banyak sholat tobat..

Dalam kitab mastnawinya hadrat Syaikh Jalaluddin Rumi, ra., menceritakan bahwa seorang Syaikh melihat seekor ular memasuki mulut orang yang sedang tidur di emperan kedai. Beliau mulai memukuli perut orang itu dan begitu terbangun, dipaksanya memakan apel busuk yang bertebaran disitu. Orang itu menjerit kesakitan, ‘Syaikh yang bijak, kenapa engkau bertindak tidak bijak hari ini ? Apa salahku, sehinga engkau memukuliku dan sekarang memaksaku untuk makan apel yang sudah busuk ? Sang Syaikh tidak menjawab, malah memukulnya lebih keras lagi, sambil mejejalkan beberapa buah apel busuk kedalam mulutnya. Sampai orang itu mulai muntah-muntah, dan keluarlah seisi perutnya, yang baik dan yang buruk, dua-duanya keluar, termasuk ular yang tadi masuk melalui mulutnya. ‘Engkau, wahai Syaikh terima kasih, Engkau telah menyelamatkan nyawaku, maafkan aku Syaikh, tetapi kenapa tidak memberitahuku dari tadi?’ Tanya orang itu, Syaikh menjawab : ‘Jika aku beri tahu bahwa diperutmu ada seekor ular, engkau pasti sudah mati karena ketakutan.’ Rasulullah,saw., pernah berkata kepada beberapa orang sahabatnya : ‘Bila aku memberitahu berapa banyak musuh yang berada di dalam dirimu, engkau akan ketakutan. Engkau tidak akan berupaya untuk melawannya. Engkau tidak akan berdoa dan berpuasa.’

Para masyaikh terdahulu pun, membuat rumusan-rumusan tentang penciptaan manusia berbeda-beda, akan tetapi mempunyai kesamaan makna. Khususnya keberadaan ruh dan jiwa. Berikut ini adalah konsep penciptaan manusia menurut tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah yang kami rangkum dari wejangan Syaikh Al Waasi’ Achmad Syaechudin bin H Aminudin (semoga Allah merahmatinya).

Alam semesta ini dicipta begitu banyak aneka ragam bentuk dan fungsinya, kita dapat melihat ada benda-benda diangkasa, seperti langit, matahari, bulan, bintang, planet-planet dan meteor, lalu banyak benda-benda bertebaran dimuka dan dibawah bumi, kita juga wajib meng-imani adanya alam-alam lain yang ghaib beserta makhluk-makhluknya, yang tidak dapat dilihat dengan mata inderawi. Para ahli filsafat menyebut semua itu adalah makrokosmos. Ciptaan-ciptaan itu, semua diperuntukkan hanya untuk melayani kepentingan satu makhluk ciptaan-Nya yang disebut manusia. Walaupun manusia itu secara phisik kecil namun dia unik diantara semua ciptaan-Nya, dilihat dari puncak gunung, ia sudah tidak nampak, bumi pun juga demikian, nyaris tidak kelihatan bila dilihat dari bulan, dan bulan ditengah-tengah alam semesta pun bagai sebuah titik pada huruf ‘ba’ didalam Al Qur’an. Jadi manusia ini sangat kecil yang berada sekilas diantara masa panjang yang dicipta ini. Akan tetapi betapapun kecilnya manusia, ia adalah mikrokosmos dari makrokosmos. Jadi bayangkan ! makhluk yang kecil ini menjadi pusat perhatian daripada makrokosmos yang begitu luas. Malaikat setiap saat sibuk melayani manusia sesuai dengan tugasnya masing-masing, begitu pula syaithoon dan jin, lalu surga dan neraka yang luasnya tak terbayangkan, tumbuh-tumbuh-an, binatang-binatang ternak, semua diperuntukannya bagi manusia. Ini berarti keseluruhan alam semesta ini berada didalam diri manusia. Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata : ‘Walaupun manusia (mikrokosmos) adalah pusat perhatian daripada makrokosmos, janganlah pernah merasa besar, akan tetapi merendahlah bagai bumi.’

Keistimewaan dan ke unikan manusia ini, dapat kita lihat dalam firman-Nya : 'Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.(QS 95 : 4) 'Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.(QS 96:5)'Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar! (QS 2 : 31) 'Di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga) pada dirimu sendiri, apakah kamu tiada memperhatikan ? Dan dilangit terdapat (sebab-sebab) rezkimu dan terdapat ( pula) apa yang dijanjikan kepadamu.’ (QS 51: 20-22)

Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) sering mengutip sebuah hadits : ‘Man ‘arofa nafsahu faqod ‘arofa rabbahu, Barang siapa mengenal dirinya maka akan mengenal Tuhannya.’ Wejangan ini jelas sekali maknanya bahwa, tidaklah mungkin sang Kholiq dapat dikenali, sebelum manusia mengenal dirinya sendiri, seperti seorang Ayaz, pejabat istana Turki, tangan kanan raja dan sahabat dari Sultan Mahmud dari Gazna, mempunyai kebiasaan setiap pagi pergi ke kamar rahasia, membuat pejabat istana yang lain curiga bahwa ia telah menyembunyikan harta benda istimewa. Sultan Mahmud mengutus seseorang untuk menguntit sahabatnya itu, yang dilihat sedang memasuki kamar rahasia, akhirnya, Ayaz, kepergok sedang mendekap sepasang sepatu yang sudah usang dan sebuah mantel yang compang camping. Ditanya alasannya, ia menjawab bahwa benda-benda ini mengingatkannya pada kemiskinan dan kemelaratannya di masa-masa sebelumnya, dan membuatnya merasa bersyukur kembali, atas setiap karunia yang didapatkannya dari sang Sultan. Kemudian Ayaz mengutip sebuah hadits ‘Man ‘arofa nafsahu faqod ‘arofa rabbahu,’ dan menjelaskan bahwa dengan mengetahui kemelaratannya sendiri, ia mengakui dengan rasa syukur anugerah abadi Tuhan-nya, dan dengan mengenali batas-batasnya sendiri, ia mengenali rahmat Tuhan yang tak terbatas.

Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) juga berkata : ‘Bahwa ruh dicipta di alam al khalqi, setelah dilahirkan maka kita hidup di alam al syahadah, maka tubuh kita terdiri dari empat anasir, yaitu bumi, air, api dan udara, begitu pula seluruh alam semesta tercipta dari keempat anasir ini. Jika alam semesta meliputi yang tampak dan yang ghaib, begitu pula manusia, memiliki wujud lahir dan batin.’

Unsur lahir kita dapat berpegang pada Firman Allah SWT : 'Sesungguhnya kami telah mencipkan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.’ (QS 15 : 26)'Dan menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar.'(QS 55: 14)

Ayat yang pertama menjelaskan ada campuran unsur tanah, air, dan angin dalam penciptaan-Nya sedangkan ayat yang ke dua menjelaskan ada campuran unsur tanah dan api. Maka dari itu lengkaplah bahwa jasad manusia tercipta dari ke empat unsur tadi.

Unsur batin atau disebut ‘ruh’ lebih dahulu dicipta jauh sebelum unsur lahirnya, dan bila unsur lahir tercipta melalui proses hubungan antara seorang suami dan seorang istri, maka unsur batin diciptakan secara langsung oleh-Nya melalui perintah ‘kun’ atau ‘jadilah’. Alam penciptaan unsur batin ini disebut alam al-amri atau alam perintah. Allah SWT telah menciptakan ruh dan meminta kesaksiannya, agar kelak nanti tatkala ruh telah selesai menjalankan ‘kehidupannya di alam dunia’ dan kembali menghadap-Nya tidak akan memungkiri kesaksian itu. Hal tersebut termaktub didalam firman-Nya : 'Bukahkankah Aku ini Tuhanmu ?’ Mereka menjawab : ‘Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. (QS 7 : 172)

Jawaban ini menunjukkan bahwa ruh di alam al-amri telah mempunyai akal, dan mengenal Allah SWT dengan sebenar-benar mengenalnya, bila tidak, ia tidak akan mampu membuat suatu kesaksian atau pernyataan seperti itu. Juga ada makna tersembunyi didalam ayat tersebut, bahwa Tuhan hanya bisa dikenali dengan ruh yang suci berikut akal yang bebas dari polusi dunia. Ruh adalah mikrokosmos dari manusia, seperti kedudukan manusia terhadap alam semesta ini. Ruh berada dan sekaligus tidak berada pada diri manusia seperti halnya Tuhan akan tetapi ia bukan Tuhan.

Sewaktu jalan pagi di kebun raya Bogor, Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata : ‘Lihatlah banyak kotoran burung dibawah sini, menandakan mereka menjadikan pohon ini tempat tinggalnya.’ Perkataan ini mempunyai makna bahwa untuk menemukan burung dapat dicari dengan mengikuti jejak-jejak yang ditinggalkannya, begitu pula untuk mengenal Allah SWT dapat melalui jejak-jejak-Nya, yang dapat dikenali melalui sifat-sifat-Nya, dapat dipahami melalui nama-nama-Nya (Asma ul-husna), dan dapat ditunjukkan melalui tindakan-Nya (af’al). Sehingga dalam mengenal-Nya tidak dibutuhkan penglihatan mata, pendengaran telinga, sentuhan telapak tangan dan tidak yang lainnya. Seandainya sifat-sifat-Nya tidak menunjukkan atas-Nya, seandainya nama-nama-Nya tidak menunjuk kepada-Nya dan seandainya tindakan-Nya tidak pula menunjukkan atas-Nya. Maka ibadah makhluk hanya tertuju kepada nama-nama dan sifat-sifat-Nya, berarti tidak dimaksudkan kepada-Nya. Melainkan kepada yang disembah dari selain Allah. Karena Allah ingin dikenal dan menghendaki yang demikian, seperti dalam firman-Nya : 'Di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga) pada dirimu sendiri, apakah kamu tiada memperhatikan ?(QS 51 : 20-21). Dia telah menanamkan pengetahuan Ilahiah-Nya di dalam diri manusia, lalu menutupinya, dan melarangnya untuk menyatakan pengetahuan-Nya sebagai miliknya sendiri. Dan, Dia dapat di ingat (dzikr) di dalam alam semesta ini. Walaupun perumpamaan dibawah ini jauh dari sasarannya, namun menggambar laut laksana lautan itu sendiri. Seperti bercermin, obyek yang tampak dalam cermin adalah sama dengan ‘Realitasnya’, perbedaannya bahwa obyek yang berada pada cermin ditiadakan esensi dzatnya, akan tetapi sifat-sifatnya melekat, karena semua warna dan gerak obyek aslinya akan diikuti oleh obyek yang berada didalam cermin pada saat yang bersamaan. Begitulah kemungkinan hakikat penciptaan manusia di alam amr. Oleh sebab itu sifat-sifat Allah SWT ada pada setiap ruh, bila tidak demikian, bagaimana mungkin dapat menangkap burung yang berada diatas pohon tadi tanpa adanya jejak-jejak yang ditinggalkannya.

Seperti seorang Raja yang menyembunyikan harta berharga sekaligus membuat petanya. Boleh saja orang lain mencari harta berharga yang tersembunyi ini tanpa mendapatkan petanya terlebih dahulu, yang pasti tindakannya akan ‘ngawur’ yang pada gilirannya akan menimbulkan keputus asaan. Dan mustahil harta berharga yang tersembunyi ini dapat ditemukan tanpa melalui peta yang dibuat oleh sang Raja. Seorang Syaikh mengatakan bahwa Allah SWT menciptakan Nabi Muhammad saw., sebagai cermin pertama cahaya dan keindahan-Nya, suatu cermin dimana Dia dapat melihat diri-Nya sendiri dengan penuh kecintaan. Oleh sebab itu Nabi Muhammad saw., adalah benar-benar merupakan cermin sempurna keindahan-Nya, tempat perwujudan semua nama dan atribut-Nya, yang melalui keindahannya orang akan memahami Keindahan dan Kesempurnaan-Nya.

Salah satu Asma ul-Husna adalah ‘Nuur’ atau ‘Mahacahaya’ yang tidak mungkin menghasilkan subyek lain selain cahaya. Jadi bahwa kegelapan tidaklah mungkin terpancar dari-Nya tanpa perantara, dan Mahacahaya sebagaimana adanya tetaplah Mahacahaya ketika ia mengimplikasi, sehingga ia tidak mengimplikasikan selain cahaya. Dan Dia tidak berkurang atau bertambah sedikitpun saat mengimplikasi, Dia tetap sebagaimana adanya. Tetapi, Dia tidak memunculkan dua cahaya, karena salah satunya jelas berbeda dengan yang lain, dan hal ini memastikan adanya dualitas pada implikasinya, di mana implikasi yang satu berbeda dengan yang lain.

Jika kita cermati esensi kegelapan, maka tak akan ada cahaya yang dapat dimunculkannya. Oleh sebab itu, yang muncul pertama kali dari esensi-Nya adalah cahaya murni yang tunggal, cahaya yang berkesadaran, cahaya yang mampu mengenal diri dan mengenal Penciptanya, bersifat imaterial, yang disebut ‘Nuur Muhammad’, atau para sufi terkemudian ada yang menyebut ‘Al-nuur Al-Ibda (Cahaya Kreatif),’ atau Al-nuur Al-Aqrab (Cahaya Terdekat),’ atau ‘Al-aql Al-kulli (Akal Universal).’ Ilustrasi ini tidak bermaksud membatasi kekuasaan-Nya, Jika Dia berkehendak menciptakan dua atau tiga cahaya murni sekaligus mudah bagi-Nya. Akan tetapi Dia menghendaki yang demikian, agar sifat cahaya konsisten sebagaimana adanya cahaya. Dan kemudian dari Nuur Muhammad ini, yang ‘berkeringat’ karena terpesona dan takjub, menghasilkan tetesan-tetesan peluh, yang masing-masing tetesnya menjadi sebab-sebab penciptaan-penciptaan selanjutnya. Akan tetapi jangan pernah berpikir bahwa sebab-sebab ini tanpa adanya pemikiran awal, seperti menjahit baju, mustahil ia ada sebelum adanya pola dalam imajinasinya.

Semua hidup dengan Nuur Muhammad
Kecuali api neraka, justru ia akan mati !

Salah satu mu’jizat Nabi Muhammad saw, adalah beliau tidak mempunyai bayangan, yang kita ketahui bahwa bila semua benda terkena cahaya akan menciptakan bayangan, terkecuali cahaya atau bayangan itu sendiri.

Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) sering mengutip hadist-hadist yang berkenaan dengan ‘Nuur Muhammad’ antara lain : ‘Aku telah menjadi nabi, sementara Adam masih berwujud antara air dan lempung.’ Dan ‘Yang pertama-tama diciptakan Allah adalah jiwaku.’ Dan ‘Jika engkau tidak ada, Aku tidak akan menciptakan dunia itu.’

Kehidupan di dunia ini dimulai dengan bersatunya ruh dan jasad, seperti dalam firman-Nya : 'Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan
kedalamnya ruh( ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.’(QS 15 : 29).

Para ulama berbeda pendapat dimana ruh berada pada tubuh, Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata : ‘Bahwa ruh meliput jasad.’ Kita tinggalkan saja perbedaan pendapat para ulama, akan tetapi para masyaikh terdahulu khususnya ahli silsilah kita menyatakan bahwa ruh meliput tubuh dan ‘menetap’ pada lima latifah, latifah adalah sesuatu yang ‘halus atau lembut’ yang berada pada tubuh, yaitu pada latifatul qolbi, ruh, sir khofi dan akhfa. Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) mengutip sebuah hadits : ‘Ada sekerat daging didalam tubuh manusia, jika ia baik niscaya seluruh tubuh akan menjadi baik, jika sekerat daging itu rusak, niscaya seluruh tubuh akan rusak, ketahuilah bahwa sekerat daging itu adalah hati (qolbi).’ Beliau juga berkata bahwa : ‘Latifatul qolbi adalah induk atau ibu dari latifah yang lain.’ Nah, didalam latifatul qolbi ada yang lebih halus yaitu latifatul ruh, dan didalamnya ada yang lebih halus lagi yaitu latifatul sir dan didalamnya ada yang lebih halus lagi yaitu latifatul khofi dan yang terhalus adalah latifatul akhfa. Setelah ruh dan jasad bersatu, munculah yang disebut jiwa dan rahasia. Dan jiwa berada juga pada kelima latifah tadi, sehingga didalam latifah itu bersarang secara bersama-sama sifat-sifat yang mahmudah (kebaikan) dan sifat-sifat yang majmumah (keburukan). Imam Al-Ghazali,r.a., berkata bahwa : ‘Manusia adalah anak yang ayahnya adalah ruh dan ibunya adalah jiwa.’ Dengan adanya jiwa ini menjadikan manusia dapat lebih unggul dari malaikat dan dapat lebih buruk dari pada syaithoon.

Ruh mempunyai penasihat yang disebut akal, sedangkan jiwa mempunyai menteri yang disebut hawa nafsu dan syahwat. Kedua kekuatan ini saling tarik menarik, sifat ruh adalah cahaya (nuur) dan sifat jiwa adalah kegelapan (dzulumaat), atau dalam bahasa awam bahwa ruh selalu memerintah manusia kepada kebaikan dan jiwa memerintah manusia kepada keburukan. Seperti yang termaktub dalam firman-Nya : 'Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’ (QS 12: 53).

Proses pemberian perintah dari ruh (ayah) kepada manusia (anak) selalu diketahui oleh jiwa, maklum jiwa adalah permaisuri, disini jiwa selalu memberontak dan memerintahkan hawa nafsu dan syahwat untuk menguasai sang manusia (anak) agar condong berbuat keburukan. Mudahnya bahwa makanan jiwa itu adalah segala macam kesenangan-kesenangan duniawi dan sebaliknya ruh menyenangi kesucian, karena ruh mempunyai tanggung jawab atas kesaksiaannya di alam al-amri. Oleh sebab itu manusia selalu dalam posisi yang sulit, dia terombang ambing diantara dua buah entitas yang kuat, ruh menyeru kepada kebaikan dan jiwa yang selalu memerintahkan kepada kejahatan. Akan tetapi yang perlu disadari bahwa semua ini atas seizin Allah SWT. Seperti dalam firman-Nya : 'Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.’ (QS 91 : 7-8) Dan : 'Semuanya (datang) dari sisi Allah.’ (QS 4 : 78)

Memang demikian hakikat manusia dicipta, bahwa pemberontakan permausiri (jiwa) terhadap suami (ruh) selalu dimenangkan oleh sang permaisuri (jiwa), karena Allah SWT menghendaki yang demikian, agar ‘kesadaran’ muncul, bahwa tanpa pertolongan dan dukungan dari-Nya, mustahil permaisuri dapat ditaklukan. Ditambah lagi oleh peran syaithoon yang membujuk manusia agar memakai jubah ketuhanan (rubbubiah) sehingga manusia terperangkap didalam kemusyirikan. Nah, harta karun kesadaran ini tersembunyi pada kelima latifah tadi, yang terpendam dalam-dalam dan dijaga sangat ketat oleh tentara-tentara dari hawa nafsu dan syahwat.

Allah SWT berfirman : 'Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.’(QS 10 : 57)

Untuk menggali khazanah harta karun kesadaran inilah dibutuhkan seorang pembimbing yang piawai dan yang sudah mempunyai pengalaman mengalahkan tentara-tentara tadi, orang-orang yang piawai inilah yang kita kenal dengan sebutan ahli silsilah dalam tarekat yang mutabarah, atau kita menyebutnya Mursyid, Syaikh atau Pir, agar pada saat kembali ketempat asalnya Dia ridho, seperti dalam firman-Nya : 'Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rida lagi diridai-Nya.'(QS 89 : 27-28)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar