Kamis, 05 November 2009

PERSAHABATAN

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim

Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan yang melarang daripada (mengerjakan) kerusakan di muka bumi, kecuali sebahagian kecil di antara orang-orang yang telah Kami selamatkan di antara mereka, dan orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa. (QS 11 : 116)

Sudah merupakan kebiasaan Syaikhuna selalu memanggil murid-muridnya dengan sebutan sahabat-sahabatku, namun sang murid yang berbusana adab yang tinggi tidak akan berkata bahwa Syaikhuna adalah sahabatnya, karena prinsip persahabatan adalah kejujuran, dan yang berhasil dalam persahabatan adalah ia yang mengabaikan kepentingan dirinya sendiri dan selalu memperhatikan kepentingan sahabatnya. Nah, seorang murid mustahil mencapai derajat ini, oleh sebab itu disuatu pertemuan Syaikhuna bertanya kepada salah seorang murid terkasihnya : ‘Sudah berapa lama engkau berbakti kepadaku ?’ Sang murid menjawab : ‘Sudah sembilan tahun aku mengaji namun belum pernah aku merasa berbakti kepada Syaikh.’ Persahabatan mempunyai akar dan cabang, akarnya berupa keberbaktian dan cabangnya berupa penghormatan. Berbakti membutuhkan kepatuhan dalam menjalankan pekerjaan-pekerjaan tarekat yang diperoleh dari gurunya dan tanpa pamrih menyerahkan secara bulat-bulat jiwa, raga dan harta kepadanya. Sedangkan kepatuhan adalah bukti penghormatan. Untuk itu tidaklah mungkin seorang murid berbakti dan hormat kepada gurunya, sebaliknya gurulah yang berbakti dan hormat kepada muridnya. Dalam hal ini Syaikhuna sering bercerita : ”Seorang anak muda bertemu dengan Syaikh Ibrahim Khawwas dan memintanya agar diperbolehkan menemaninya. Syaikh mengatakan : ‘Dalam persahabatan, yang satu harus memerintah dan yang lain patuh. Kau pilih yang mana ? Anak muda itu menjawab : ‘Engkau menjadi pemimpinnya.’ Syaikh berkata : ‘Ikutilah perintah-perintahku.’ Ketika sampai di tempat pemberhentian, Syaikh menyuruhnya duduk, sedangkan dia sendiri mengambil air dari sumur dan, karena cuacanya dingin, dia mengumpulkan ranting-ranting kayu dan menyalakan api, dan bilamana anak muda itu mencoba melakukan sesuatu, Syaikh menyuruhnya tetap duduk. Ketika malam tiba hujan turun dengan lebatnya. Syaikh melepaskan jubah-bertambalnya dan menaruh di atas kepala anak muda itu sepanjang malam. Anak muda itu merasa malu, dan tidak bisa berkata-kata karena keadaan membebani dirinya. Ketika pagi hari tiba, anak muda itu mengatakan : ‘Sekarang giliranku untuk menjadi pemimpin.’ Syaikh berkata : ‘Baik’. Begitu sampai di tempat pemberhentian yang lain, Syaikh melakukan seperti sebelumnya, dan ketika anak muda itu mengatakan agar Syaikh jangan membangkang perintah-perintahnya, Syaikh menjawab bahwa adalah suatu ketidaktaatan jika membiarkan diri dilayani oleh pemimpinnya. Syaikh terus bersikap seperti itu hingga sampai di Makkah. Kemudian anak muda itu merasa begitu malu sehingga lari dari Syaikh. Namun, Syaikh tetap mengawasi anak muda itu hingga di Mina dan berkata : ‘Wahai anak muda, bilamana engkau bergaul dengan darwis-darwis, ketahuilah agar engkau memperlakukan mereka seperti aku memperlakukan engkau.”

Banyak manusia tidak bisa membedakan makna antara persahabatan dengan persekongkolan. Bila mereka melakukan kejahatan bersama-sama sejak kecil dan membahagiakan hati, mereka sebut persahabatan, dan yang lain mengatakan ‘Aku punya sahabat yang sejak dulu bersama-sama melawak dan menyanyi (golongan penghibur).’ Segala sesuatu yang dikerjakan secara bersama-sama dan tidak selaras dengan hukum suci (Syariat Islam) tidak bisa disebut perahabatan, melainkan persekongkolan. Persahabatan harus demi Tuhan, dan didalamnya ada kejujuran dan saling mendukung didalam menjalankan ketaatan untuk memenuhi hak-hak Tuhan. Sahabat tidak mengambil, walaupun itu hak-nya dan Sahabat memberi walaupun itu bukan kewajiban-nya. Seorang murid berkata kepada murid yang lain : ‘Begitu aku menjauh dari Syaikhuna, dunia mendatangiku, usahaku banyak yang berhasil dan mendatangkan keuntungan, hatiku tersenangkan.’ Salik yang sedih mendengar itu, menceritakannya kepada Syaikhuna, lalu beliau berkata : ‘Biarkan saja semoga baik kehidupannya, bukankah seorang Syaikh itu bersahabat dengan orang-orang yang sedang susah dan yang hatinya sedang tercerai-berai, bukannya bersahabat dengan orang yang senang, nanti jika ia sudah susah kembali kehidupannya mari kita temani.’

Jika seorang murid merasa bahwa wirid-wirid dan dzikir-dzikirnya telah dikerjakan secara baik dan merasa belum datang pertolongan dari Tuhan terhadap rizki dunianya, maka murid itu terhijab, karena telah meremehkan anugerah dari Allah SWT yaitu berupa wirid dan dzikirnya, justru ke dua pekerjaan ini merupakan anugerah yang besar dari Allah SWT kepada orang yang dikehendaki-Nya. Dalam hal ini Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata : ‘Jika seorang Syaikh berhasil mengantarkan muridnya memasuki pintu gerbang dunia, maka syaikh itu palsu.’

Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata : ’Berkumpulah selalu dengan saudaramu (para akhli dzikir), atau jika engkau tidak bisa memetik manfaat keagamaan dari saudaramu atau teman, hindarilah bersaudara atau berteman, agar engkau selamat.’ Seorang salik bertanya : ‘Apa hikmah bersahabat dengan akhli dzikir ?’ Beliau menjawab dengan bercerita : ”Tatkala malaikat maut menilik hati seseorang yang baru saja mati, didapati tak ada kebaikan dan tak ada keburukan, lalu ia melaporkan kepada Allah SWT tentang hal ini, Allah memerintahkan : ‘Kembali lagi, periksa apakah orang itu bersahabat dengan ulama,’ setelah diperiksa ternyata, tidak, dan dilaporkan lagi hal ini, lalu Allah SWT memerintahkan kembali untuk memeriksa lagi apakah orang itu bersahabat dengan orang yang bersahabat dengan ulama, setelah diteliti ternyata, ya, lalu Allah SWT memerintahkan malaikat untuk memasukkannya ke dalam surga.” Berkenaan dengan itu, Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berpesan kepada murid-muridnya : ’Bila kalian bepergian kesuatu tempat, lalu mendengar ada ulama, ziarahilah beliau dan pasanglah rasa takzim kepadanya, mintakan doa-doanya, lalu sampaikan salam dariku.’

Syaikh Abu Yazid al Bisthami (semoga Allah merahmatinya) berkata : ‘Bersahabatlah kalian dengan Allah SWT. Bila kalian tidak mampu, maka bersahabatlah dengan orang yang bersahabat dengan Allah SWT, karena bersahabat dengannya akan menghubungkan kalian kepada Allah SWT, melalui berkat persahabatannya dengan Allah SWT.’

Seorang murid merasa sedih tatkala mengetahui bahwa dirinya menjadi sasaran fitnah, lalu mengadu kepada Syaikhuna perihal hal ini dan beliau berkata : ’Bila engkau mendengar seseorang membicarakan keburukan-keburukanmu, atau memfitnahmu, sekali-kali jangan bersuara, Rahmat Allah SWT akan turun seketika kepada orang-orang yang mampu bersabar menghadapi hal ini. Allah SWT membidik dengan busur-Nya, orang-orang yang dicintai-Nya dengan tekanan-tekanan yang seperti ini’

Persahabatan di mata para pejalan, adalah lebih mengutamakan kepentingan sahabatnya daripada dirinya sendiri, tanpa adanya hal ini akan sia-sia. Allah SWT berfirman : 'Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri, Sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung.' (QS 59 : 9)

Bersusah payah demi kebahagiaan sahabatnya, menekan kepentingan diri sendiri dan mempertahankan hak-hak sahabatnya, adalah lebih diutamakan. Diceritakan bahwa, beberapa orang darwis tersesat di padang pasir, persediaan air minum mereka telah menipis dan hanya cukup untuk satu orang saja. Masing-masing menolak untuk meminumnya, akhirnya satu persatu darwis itu wafat, tinggalah satu orang darwis, akhirnya diminumlah air itu untuk menguatkan badannya. Tiba disuatu desa seseorang berkata kepada darwis itu : ’Seandainya kau tidak meminumnya, itu lebih baik.’ Darwisy itu menjawab : ’Hukum suci mewajibkan aku meminumnya, jika tidak kulakukan, aku akan membunuh diriku sendiri dan dihukum karenanya.’ Orang itu bertanya : ’Bukankah sahabat-sahabatmu membunuh diri mereka sendiri ?’ ’Tidak,’ kata darwisy itu, ’mereka tak mau minum, supaya sahabat-sahabat mereka bisa minum, tapi tatkala aku sendiri masih hidup, secara hukum aku wajib meminumnya.’

Jadi persahabatan harus juga menggutamakan ilmu, akal sehat dan dan pantang melanggar pagar hukum suci agama, Syaikh Ahmad Hammadi dari Sarakhs (semoga Allah merahmatinya) meriwayatkan, suatu ketika seekor singa lapar datang dan membunuh salah satu untaku, Ia mencabik-cabik badannya, lalu pergi kedataran yang lebih tinggi dan mengaum tanpa memakan sedikitpun. Semua binatang buas yang ada disekitarnya, seketika mendengar suara mengaum, berkumpul mengelilinginya, mereka berpesta hingga kenyang, singa tadi tetap menunggu hingga mereka pergi. Lalu ia mendekat agar dapat makan secuil, namun ketika dilihatnya seekor rubah yang pincang datang, ia pun balik lagi sampai pendatang baru itu makan sekenyangnya. Sesudah itu, ia datang dan makan sedikit. Ketika ia meninggalkan tempat itu, ia berkata kepadaku yang sedang mengawasi dari kejauhan : ‘Wahai Ahmad, lebih mementingkan orang lain dalam masalah makanan hanyalah suatu tindak kebajikan anjing-anjing, seorang manusia mestinya mengorbankan hidup dan jiwanya.’

Syaikh Abul Hasan Ahmad bin Muhamad Nuri, atau sering dikenal dengan nama Syaikh Nuri (semoga Allah merahmatinya), diberi gelar nuri, dikarenakan ketika dia berdoa didalam sebuah ruangan yang gelap, seluruh ruangan itu dipancari dengan cahaya (nur) keruhaniannya. Dan dengan cahaya kebenaran, dia mampu membaca pikiran-pikiran terdalam murid-murid-nya. Suatu ketika Khalifah memerintahkan menghukum mati Syaikh Nuri, Raqqam dan Abu Hamzah atas aduan Ghulam Al Khalil yang bertindak sewenang-wenang terhadap kaum sufi, ia mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang zindiq (sesat). Seorang algojo mendekati Raqqam, bersamaan dengan itu Syaikh Nuri bangkit dengan suka cita dan kepasrahan, berniat menggantikan sahabatnya Raqqam. Sang Algojo berkata : ’Giliranmu belum sampai.’ Syaikh menjawab : ’Ya, ajaranku didirikan atas pengutamaan. Hidup adalah sesuatu yang paling indah di dunia ini, aku ingin mengorbankan diri demi saudaraku, mumpung masih tersedia sedikit waktu ini. Menurut pandanganku, sesaat di dunia ini lebih baik daripada seribu tahun di akhirat nanti, karena di sini tempat berbakti dan di sana tempat kedekatan, dan kedekatan tak akan mampu diperoleh tanpa kabaktian.’ Mendengar ini Khalifah kagum, sehingga ia meragukan tuduhan Ghulam, lalu meminta Qadhi, Abul Abbas bin Ali untuk meninjau kembali perkara itu. Syaikh Nuri (semoga Allah merahmatinya) berkata kepada Qadhi : ’Wahai Qadhi, meskipun engkau telah menanyakan semua persoalan ini, engkau belum menanyakan sesuatu yang tidak menyimpang dari persoalan, karena Tuhan mempunyai hamba-hamba yang makan lewat Dia, minum melalui Dia, duduk melalui Dia dan hidup melalui Dia, serta senantiasa berkontemplasi tentang Dia, mereka akan menangis karena sedih manakala terputus dari berkontemplasi tentang Dia.’ Sang Qadhi terpesona dengan kedalam bicaranya dan kebenaran keadaannya. Dia lalu menulis surat kepada Khalifah: ‘Jika Sufi-sufi adalah orang yang zindiq (sesat), siapakah di dunia ini yang ahli tauhid?’ Akhirnya Khalifah memanggil mereka dan berkata : ‘Mintalah sesuatu.’ Mereka menjawab : ‘Satu-satunya yang kami mohon darimu ialah, Anda hendaknya melupakan kami, dan janganlah membuat kami orang-orang yang anda sukai, dan jangan pula mengusir kami dari istanamu, karena kesukaan dan ketidak sukaanmu sama saja bagi kami.’ Khalifah menangis dan mengizinkan mereka pergi dengan rasa hormat.

1 komentar: