Kamis, 05 November 2009

TASAWUF

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim

Bahwasanya : Jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu, benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka dengan air yang segar (rezki yang banyak). (QS 72 : 16)

Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata : ‘Tasawuf adalah hijrah dari kehidupan biasa kedalam kehidupan kesucian’. Hijrah dapat berarti berpindah secara total dari suatu tempat ke tempat lain atau dari suatu keadaan kedalam keadaan lain, tanpa kembali lagi keasalnya. Hijrah juga dapat berarti membuka peradaban baru, yaitu meninggalkan perilaku-perilaku yang biasa dilakukannya masuk kedalam adab-adab yang terpuji. Hijrah dari kehidupan yang sudah terlanjur atau terbiasa dilakukan masuk kedalam kehidupan kesucian sangatlah penuh dengan hadangan-hadangan yang hebat. Karena manusia dicipta dari tanah lempung yang hitam, dan tanah lempung mengandung ketidaksucian (kekotoran) yang merupakan lawan dari pada kesucian, dan kekotoran (kemunafikan) adalah sifat manusia. Sebagaimana besi yang sudah kadung berkarat, tentulah harus dengan kehati-hatian, ketekunan dan cara yang benar untuk membersihkannya, bila tidak ‘patahlah’ ia. Tidak ada jalan pintas untuk meraih kesucian, tidak juga dapat dicapai dengan mengikuti seminar-seminar tentang kecerdasan spiritual, dan tak pula dapat digapai hanya dengan duduk-duduk mendengarkan ceramah para da’i. Kesucian adalah jalan menuju Tuhan dari Tuhan dan bersama-sama dengan Tuhan, yang hanya bisa dilalui dengan jalan memurnikan ke-esa-an-Nya dan kepatuhan menjalankan semua perintah-Nya, meninggalkan semua larangan-Nya serta ridho atas segala qodho dan qadar-Nya. Rasulullah.saw. bersabda : “Bagian yang suci dari dunia ini telah lenyap, yang tinggal hanya ketidaksucian,” oleh karenanya, orang-orang yang berkeyakinan akan hal ini, berupaya dengan sungguh-sungguh untuk menyucikan budi pekerti dan tindakan mereka (riyadhah), dan berusaha keras (mujahadah) membebaskan diri dari belenggu keinginan dirinya (hawa nafsu) itulah orang-orang yang bertasawuf yang disebut mutashawif.

Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) juga berkata bahwa : ‘Tasawuf adalah perang yang tiada akhir melawan hawa nafsu (mujahadah).’ Jadi orang yang bertasawuf, adalah orang yang berjihad (mujahiddin), Nabi Muhammad.saw., menyebutnya sebagai jihad akbar, yang kualitasnya jauh lebih baik dibanding dengan berperang di medan pertempuran melawan kedzoliman dalam menegakkan agama Allah. Barang siapa terbunuh di dalam jihad dia disebut sebagai syuhada, dan syuhada adalah orang yang berbahagia karena Allah SWT sendirilah yang menyabut ruh-nya, tanpa hisab, tempatnya disebelah kanan Nabi Muhammad.saw. dan dia diperkenankan memberikan syafaat di Yaumil Qiyamah nantinya. Dan jasadnya pun tidak wajib untuk dikafani dan dimandikan.

Seorang murid bertanya kepada Syaikhuna : ‘Bagaimana cara untuk menempuh jalan kesucian, apakah ada jalan yang tercepat ? Syaikhuna menjawabnya : ‘Ikutilah pengajian tarekat.’ Murid itu bertanya lagi: ‘Lalu apa yang dimaksud dengan tarekat ?.’ Syaikhuna menjawab : ‘Tarekat adalah jalan atau metode yang di kemas sedemikian rupa oleh para masyaikh terdahulu yang bertujuan untuk medekatkan diri kepada Allah SWT, yang berupa cara-cara berdzikir, berkhalwat, muroqobah, muhasabah, dan tajjarud, seperti yang termaktub didalam firman Allah SWT : 'Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan (tali agama) yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS 5:35).

Seseorang yang hendak bertarekat mempunyai kewajiban untuk memperdalam ilmu syariat-nya terlebih dahulu, dan mempelajari ilmu syariat dapat diperoleh melalui beberapa orang guru yang alim dan sesuai dengan bidangnya masing-masing, seperti ilmu fiqih, ilmu tauhid, ilmu tafsir, ilmu hadis, dll. Sedangkan untuk bertarekat hanya diperkenankan berguru kepada seorang Syaikh saja, kecuali bila Syaikhnya memberinya izin untuk dapat berguru kepada Syaikh yang lain. Sebagaimana pohon yang tumbuh dengan sendirinya, lebat daunnya namun tidak berbuah. Begitu pula seseorang, apabila tidak berguru kepada seorang Syaikh, lalu menyerap begitu saja ajaran tasawuf melalui buku-buku atau metodenya sendiri, maka orang itu adalah penghamba hawa nafsu, yang gurunya adalah syaithoon.

Syarat yang utama dalam memasuki kehidupan kesucian adalah mempunyai phisik yang kuat dan bertalenta yang cukup. Phisik digunakan untuk melakukan latihan-latihan keruhanian (riyadhah), seperti banyak bangun malam untuk melakukan sholat-sholat sunat dan berdzikir pada setiap keadaan, sedangkan pada siang harinya digunakan untuk berpuasa, khususnya pada hari-hari putih atau pada setiap hari Senin dan Kamis. Sedangkan talenta digunakan untuk memilah dan memilih hal-hal yang layak untuk dibicarakan agar lidah terjaga dari fitnah-fitnah dunia, menjaga pendengaran dan pandangan mata dari hal-hal yang haram, serta digunakan untuk menyerap wejangan yang disampaikan oleh Syaikh dan mencerna tindakan-tindakannya.

Jika sahnya sholat wajib diawali dengan bersuci secara lahir (berwudlu), maka bertasawuf juga ada pintu yang harus dibukanya, kunci pintu itu adalah taubat. Bersuci secara lahir (berwudlu) akan berpengaruh kepada kebesihan batin, dan bersuci secara batin (taubat) akan membersihkan batin yang lebih dalam. Barang siapa secara terus menerus dalam keadaan selalu bertaubat dan bersuci maka Allah akan mencintainya, dan barang siapa dicintai Allah maka akan amanlah dia dari himpitan dunia dan akhirat. Tidaklah mungkin orang dapat mensucikan dirinya tanpa bertaubat, oleh sebab itu taubat dan pensucian diri merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan untuk mencapai kedekatan kepada Allah,SWT, seperti keberadaan bunga dan kumbang, mustahil madu akan ada dengan sendirinya tanpa perpaduan keduanya. Seperti yang termaktub didalam firman Allah SWT : 'Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS 2 : 222)

Sang murid bertanya untuk yang ketiga kalinya, bagaimana untuk mengetahui bahwa seseorang sudah menginjakkan kakinya kedalam kehidupan tasawuf ? Syaikhuna menjawab : ‘Yang pertama adalah harus ikhlas, bukan ikhlas tingkatan orang khusus, karena ikhlas merupakan maqom tertinggi bagi para mutashawif, akan tetapi cukup dengan ikhlas tahap yang paling dasar atau ikhlasnya orang awam, yaitu menghilangkan keluh kesah dalam melakukan peribadatan. Sebagai contohnya, barang siapa merasa bergembira hatinya, atau tersenangkan hatinya setelah mengucap salam dalam shalat atau merasa lega tatkala menjelang tibanya waktu magrib bagi yang berpuasa, maka tingkat keikhlasannya belum ada. Yang kedua adalah merasa terus menerus diawasi oleh Allah SWT didalam setiap keadaan atau disebut muroqobah tingkat awal. Yang ketiga adalah memeriksa waktu yang telah berlalu (muhasabah), apakah ada diantaranya tidak digunakan untuk berdzikir kepada-Nya, dimulai dari satu, dua atau tiga jam sekali lalu untuk waktu yang lebih panjang, kemudian bertaubat karenanya dengan banyak melakukan shalat sunat taubat. Yang keempat adalah menjaga kualitas beribadatan dengan tidak mempertontonkan dan membicarakannya kepada orang lain, serta tidak merasa takjub dengan dirinya sendiri. Lalu meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat bagi kehidupan hati (tajjarud), maka seseorang akan merasakan ‘isyq (rindu yang sangat) dan hub (cinta), barulah orang yang telah merasakan yang demikian itu, melangkahkan kakinya kedalam kehidupan tasawuf.’

Keterangan Syaikh diatas mengindikasikan bahwa tasawuf adalah ilmu tahapan, seperti menaiki tangga, harus ada upaya menapaki satu demi satu anak tangga, atau pergi kesuatu tempat dengan menggunakan kereta api yang harus berhenti di stasiun-stasiun tertentu sebelum sampai pada tempat yang ditujunya. Tahapan-tahapan atau tempat-tempat pemberhentian atau keberadaan seseorang dijalan Allah ini disebut ‘maqom’, yang mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus selalu dipenuhi oleh sang pejalan, lalu menjaganya sesuai dengan tingkat kemampuannya, sehingga ia mencapai kesempurnaan. Sang pejalan tidak boleh menyia-nyiakan kewajiban-kewajiban yang ditimbulkan oleh maqom itu. Sedangkan sesuatu yang langsung turun dari Allah kedalam hati sang pejalan tanpa ia mampu menolak bila datang atau meraihnya bila pergi dengan upayanya sendiri, itulah yang disebut ‘hal’. Jadi hal merupakan inayah-Nya, dan maqom harus diupayakan dengan cara bersungguh-sungguh dalam menjalankan peribadatan (riyadhah) yang diperoleh atas bimbingan seorang Mursyid atau Syaikh dan melawan keinginan diri (hawa nafsu) secara terus menerus (mujahadah). Peribadatan atau pekerjaan yang harus dikerjakan oleh sang pejalan, sang pencari (thalib), murid atau salik ada yang bersifat umum, khusus dan sangat khusus. Yang bersifat umum, adalah pekerjaan dzikir-dzikir, sholat-sholat sunat, berpuasa dan melakukan wirid-wirid (aurad) yang dikerjakan setiap hari, pekerjaan ini diperuntukan bagi semua murid yang bertarekat, lalu yang bersifat khusus adalah mengikuti khalwat, pekerjaan ini diperuntukan bagi segolongan kecil murid dan yang bersifat sangat khusus adalah pekerjaan muroqobah dan muhasabah, pekerjaan ini diperuntukan bagi murid yang jumlahnya sangat sedikit.

Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) pernah mengutip sebuah hadis : ‘Apa yang ada di dalam dadaku, aku tumpahkan kepada Abu Bakar.’ Dan ‘Jikalau aku adalah gudangnya ilmu, Ali bin Abi Thalib adalah pintunya.’ Inilah hadis yang mencerminkan keistimewaan dan keutamaan ke dua sahabat terdekat Nabi Muhammad,saw. Hadis tersebut mempunyai kesamaan makna, yang pertama adalah memperlihatkan perhatian dan kasih sayang yang sangat besar dari Rasulullah,saw., kepada Abu Bakar,ra., dengan melimpahkan ilmu dan cahaya kenabiannya, namun tetap saja yang dapat terserap adalah sebesar cawan keruhanian yang dimiliki oleh Abu Bakar,ra. Sedangkan makna yang kedua juga demikian, karena sebesar-besar pintu tidak akan dapat menyamai besarnya gudang, atau gudang pastilah akan lebih besar dari pintunya, dan semakin besar gudang yang dibangun tidaklah memerlukan sebuah pintu yang besar pula. Sebagian besar tarekat yang ada dimuka bumi ini, pastilah berasal dari kedua orang yang agung ini, walaupun ada beberapa tarekat yang silsilahnya melalui Huzaifah al Yamani.ra. penghuni Raudhah yang berguru tentang kemunafikan dan seluk beluk hati langsung kepada Rasulullah,saw. Kemudian pengetahuan yang diterimanya itu, dilimpahkannya kepada Sayidina Hasan bin Ali bin Abi Thalib,ra., lalu diturunkannya kepada Hadrat Syaikh Hasan al Basri (semoga Allah merahmatinya) yang bersahabat dengan Sayyidah Rabi’ah Al ‘Adawiyah (semoga Allah mensucikan ruhnya).

Imam Abul Qosim Al-Junaid Al-Bagdadi (Semoga Allah mensucikan ruhnya) berkata : “Tasawuf didirikan di atas delapan kualitas yang dicontohkan oleh delapan orang Rasul. Kemurahan hati Ibrahim,as., yang mengorbankan putranya, kepasrahan hati ismail,as., yang taat kepada perintah Tuhan dan memberikan hidupnya yang paling berharga, kesabaran Ayyub,as., yang dengan sabar menanggung penderitaan akibat luka-luka boroknya dan menanggung kecemburuan Yang Maha Pengasih, perlambangan Zakariyya,as., yang kepadanya Tuhan berfirman : ‘Engkau jangan berbicara kepada manusia selama tiga hari kecuali dengan tanda-tanda (isyarat).’ (QS 3:37) dan juga, ‘Ketika ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang berbisik lembut.’ (QS 19:3), dan keasingan Yahya,as., ia sebagai seorang asing di negerinya sendiri merasa terasing bagi sanak keluarganya, yang ditengah-tengah mereka ia hidup, perjalanan ruhani Isa,as., yang dengan begitu rupa meninggalkan (kemewahan) benda-benda duniawi sehingga ia hanya menggunakan sebuah cangkir dan sebuah sisir, lalu ia buang cangkir itu manakala melihat seseorang minum dengan telapak tangannya, dan ia campakkan sisir itu tatkala melihat seseorang menyisir rambutnya dengan jari-jarinya, pakaian bulu domba yang dipakai Musa,as., jubahnya terbuat dari bulu-bulu binatang itu, kefakiran Muhammad,saw., yang kepadanya Tuhan telah menyampaikan kunci dari semua perbendaharaan harta yang ada dipermukaan bumi, dan berkata : ‘Jangan susahkan dirimu, tapi nikmatilah setiap kemewahan dengan menggunakan semua harta kekayaan ini.’ Dan ia menjawab : ‘Wahai Tuhan, aku tidak menginginkan itu semua, berilah aku kenyang satu hari dan lapar satu hari.’ Ini semua prinsip-prinsip perilaku yang paling utama.”

Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata : ‘Berlama-lama dengan ahli syariat akan melelahkanmu, dan duduk bersama dengan ahli tarekat akan mengantarkanmu kepada Tuhan, atau paling tidak kalian telah bersahabat dengan sahabat Tuhan, yang disuatu hari kelak seorang sahabat dari sahabat Tuhan tidak akan pernah dikecewakan oleh Tuhan.’

Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) juga berkata bahwa : ‘Tasawuf bersandar kepada kewalian.’ Karena pekerjaan para akhli tarekat adalah merupakan rukun kewalian, yaitu yang pertama terjaga dimalam hari, yang kedua berpuasa disiang hari, yang ketiga selalu dalam keadaan berdzikir kepada Allah,SWT dan yang keempat adalah menjaga pandangan dan lidahnya.

Sesungguhnya di dunia ini para ahli tarekat, atau ahli keruhanian, atau Mursyid atau Syaikh adalah sultan, dan di akhirat dia juga sultan, karena seorang sultan tidak lagi membutuhkan apapun kecuali yang dicintainya, sedangkan yang dicintainya hanyalah Tuhan semesta alam. Dia sangat taat kepada-Nya, dan sungguh jelas dia tidak pernah menentang-Nya. Dia meng-esa-kannya baik secara terang-terangan atau secara diam-diam. Dia memandang amat rendah dunia ini dan meninggalkannya seperti wanita yang ditolak, sebagaimana yang dilakukan oleh meraknya para sufi, Imam Abul Qosim Al Junaid Al Bagdadi, ra., tatkala beliau menolak mentah-mentah seorang wanita cantik dan kaya atas suruhan sultan Bagdad saat itu, yang kemudian wanita itu mati seketika, ketika sang Imam merasa risi dan hanya dengan berkata ‘ah’.

Semoga Allah menolong kita untuk bisa berdekat dengan para ahli tarekat, ahli keruhanian, Mursyid, atau Syaikh, yang memiliki tanggung jawab memperhatikan dan merawat orang-orang yang sakit karena terlalu lamanya tenggelam dilautan dunia ini, dan merasa kasihan terhadap mereka yang tersiksa lahir ataupun batinnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar