Kamis, 05 November 2009

DUNIA

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan disisi Allah-lah tempat kembali yang baik. (QS 3 : 14)

Syaikh Arif Ar-Riwakri (semoga Allah Mensucikan ruhnya) berkata : ‘Terlalu banyak angan-angan terhadap dunia ini, menutup jalan menuju Tuhan.’

Matahari mulai menampakkan keperkasaannya, ditelannya udara dingin dengan sengatan panasnya. Tatkala angin bertiup, mulailah suasana menjadi aneh, matahari yang menyengat itu tiba-tiba dapat berganti dengan udara dingin yang menusuk, bolak-balik laksana suana hati ini. Matahari yang gagah sendirian itu, membuat daerah sekitar rubat menjadi terang namun menyilaukan mata, mengharuskan Syaikhuna dan murid-muridnya mengenakan kacamata pelindung. Enam kilometer dari Bukhara atau satu kilometer dari Ghujduwan, tibalah di rubat Syaikh Arif Ar-Riwakri, dikelilingi oleh perumahan penduduk yang cukup padat, kesederhanaan kehidupannya tampak jelas, nyaris tidak ada kendaraan bermotor roda dua atau roda empat yang diparkir didepan rumah-rumah. Kesederhanaan ini, dapat dirasakan oleh murid-murid Syaikhuna, membias kedalam dada yang masih hancur berkeping-keping berpisah dengan sultannya para kwaja. Kebun mawarnya tidak terlalu besar, namun keindahan bunganya menakjubkan, warna dan lekukan kelopaknya sangat indah. Bunga yang tercipta langsung dari Nuur Muhammad ini betapa hebatnya, harumnya menghanyutkan jiwa-jiwa yang terikat dunia, warnanya menyejukkan kedua bola mata dan bentuknya lebih indah dari bangunan Taj Mahl di India.

Dekap, dekaplah sahabat !, yang erat !
Ini bukan mawar biasa, tetapi keringat sang Musthafa
Alam semesta pun merunduk karenanya
Namanya abadi, bersanding dengan Tuhan-Nya

Tidak perlu menunggu lama, Imam Mas’jid mendatangi Syaikhuna, memberi salam dan langsung berkata ‘Ahli Naqsyabandi’ sambil memeluknya. Dengan rasa haru, murid-murid pun berpelukan dengannya. Wajah Sang Imam sungguh cemerlang, seperti lugunya seorang bayi, garis-garis wajahnya menggambarkan ketangguhannya dalam beribadah senyumnya penuh arti persahabatan, langkahnya tenang, pandangannya menusuk qolbu. Beliau langsung mengantarkan menuju makam tuan Syaikh Arif Ar Riwakri, sambil menyampaikan karomah-karomah dan sekilas sejarah wali agung yang berbaring disini, dimulai dari masa keberbaktiannya kepada gurunya, Hadrat Syaikh Abdul Khaliq Al Ghujdawani dalam kurun waktu yang lama, sampai mendapatkan kunci rahasia ilmu langit yang sangat tinggi. Salik yang sezaman dengannya sangat menghomatinya, kedermawanannya tak ada bandingannya saat itu. Beliau orang yang tinggi ilmunya akan tetapi rendah diri, santun dan berkasih sayang sesama makhluk. Sahabat-sahabat terdekatnya yang juga mendapatkan khirkoh adalah Syaikh Ahmad As-Shiddiq, Syaikh Kabir Al-Awliya dan Syaikh Sulaiman Al-Kirmani. Beberapa wejangan Syaikh Arif Ar-Riwakri mempunyai kesamaan makna dengan pengajian Syaikhuna terhahulu, diantaranya : ‘Sembahlah Tuhan sampai Dia menjadi gurumu, dan jadikan dzikrul maut menjadi sahabatmu. Siapa saja yang meminta surgawi tanpa adanya kebaikan yang telah dilakukan akan ditulis untuknya dosa diatas dosa.
Salik yang berharap menjaga agamanya, wajib menghindari kebersamaan dengan orang banyak.’

Awan mulai bergerak membentuk payung, menutupi kekasih Tuhan dari sengatan teriknya matahari. Syaikhuna dan murid-muridnya duduk secara tertib dihadapan makam tuan syaikh. Semut-semut yang tadinya berjalan mondar-mandir menjadi kebingungan, mereka keheranan, mengapa cicin Sulaiman berada pada Syaikh suci itu, gumannya, lalu terdiam, langit masih melongok menyaksikan anak cucu Adam yang saling berbagi kerinduan. Angin masih bertiup sepoi-sepoi yang membawa udara panas dan kadang kala berganti dingin. Tombak tajam menghujam kedalam dada murid-murid, tatkala mendengar alunan ayat kursi dan suratul Fatihah dari Syaikhuna. Sang Imam memandang penuh haru, sebuah tasbih dihadiahkannya teruntuk Syaikhuna. Dan Syaikh membalasnya dengan sesuatu yang paling tajam diatas bumi ini, yaitu doa nuur nubuwah.

Syaikh Arif Ar-Riwakri lahir dan wafat di desa Riwakar ini, semoga Allah mensucikan ruhnya, amiin Yaa Allah Yaa Rabbal alamiin.

Syaikhuna berkata bahwa : ‘Dunia berada ditelapak tangan para sufi. Dan dunia adalah ladang bagi akhirat.’

Nyonya tua yang berkeriput, atau disebut nyonya dunia begitulah perumpamaan untuk dunia yang kita huni ini, Rasulullah saw juga bersabda bahwa dunia bagai tulang belulang yang berada di keranjang sampah. Dunia seperti barang-barang yang dibuang dari kapal yang terapung-apung, seperti samudera yang terus bergerak yang didandani dengan cantik. Syaikh Jalaluddin Rumi,r,a., mengatakan bahwa : ‘Pelacur tua dunia mencoba memikat anak muda, dan untuk menyembunyikan keriput dan wajahnya yang mengerikan, ia merobek-robek halaman-halaman Al Qur’an yang memberikan penerangan yang indah dan merekatkannya ke pipinya. Perempuan sundal yang mengerikan itu harus dihindari dengan teguh, karena ia melahap anaknya sendiri’. Banyak perumpamaan yang mengenaskan telah dibuat oleh para masyaikh terdahulu berkenaan dengan dunia ini. Toh, kebanyakan manusia tidak perduli dengan peringatan-peringatan itu malah berlomba untuk menikmati perhiasan-perhiasannya, yang gelangnya adalah kesenangan dan kalungnya adalah kekuasaan. Sifat dunia bagai seekor laba-laba yang memasang jaring-jaring yang indah untuk memperdaya dan menangkap mangsanya. Jaringnya terlihat kokoh dimata manusia namun sesungguhnya rapuh, nyaris tidak ada yang dapat melepaskan diri dari jeratannya, dan manusia adalah mangsa yang mudah, karena unsur-unsur yang berada didalam diri sama dengan unsur-unsur yang berada di dunia ini, yaitu tanah, air, angin dan api, dan sifat dunia adalah kegelapan sama seperti sifat jiwa, oleh sebab itu, manusia mudah hanyut didalamnya. Permukaan dunia memang penuh dengan ketidak pedulian dan kesenangan, padahal dibelakangnya api jahanam sedang menyala-nyala, yang setetes apinya saja dapat menenggelamkan bumi dan seisinya dan sebaliknya barang siapa tumbuh kesadarannya bahwa dunia ini merupakan ladang untuk menanam kesucian dan ketahuidan, maka dibelakangnya keindahan surgawi yang rindu terhadap kehadirannya.

Seorang murid mengeluh, istrinya sering menghabiskan waktu senggangnya untuk luluran dan spa, sering bertemu dengan teman-teman lamanya untuk bernostalgia dan reuni sambil menikmati jamuan makan, peralatan kecantikannya yang mahal-mahal harganya, malu memakai jamu atau buatan dalam negri, harus produk top yang dibuat oleh tangan-tangan kotor, parfumnya harus bintang lima, dan berpakaian yang serba indah tatkala keluar rumah, sedangkan bila dirumah cukup memakai pakaian kebesarannya ,baju daster. Ini contoh, sang istri sudah terkena jerat sarang laba-laba tadi, tunggu saja sebentar, dunia akan habis melahapnya. Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata : ‘Pakailah perangkat peribadatan dengan kualitas yang terbaik walaupun harus dibeli dengan harga yang mahal.’ Sajadah, pakaian, sorban, tasbih dan wangian adalah perangkat peribadatan secara lahiriyah, Syaikh menganjurkan agar memilih bahan-bahan yang berkualitas terbaik, karena perhiasan ini inginlah dipersembahkan teruntuk Allah semata. Nah, bila dunia sudah melahap seorang manusia, hatinya akan kosong dari Tuhan kecuali kemegahan dan hingar bingar dunia, dia menjadi budak dunia, kesibukannya hanya merawat badannya untuk menghibur hawa nafsunya, agar terlihat cantik dan indah dihadapan hewan berkaki empat yang berdiri dengan kaki belakangnya (manusia). Jelas, tindakan ini berlawanan dengan kehidupan keruhanian yang sedang dijalani sang suami (murid) tadi, karena prinsip kehidupan keruhanian adalah mujahadah atau berpantang dari kesenangan-kesenangan. Jangankan yang diharamkan, yang halal pun diatur sedemikian rupa agar tidak berlebihan, seperti mengurangi porsi makan, tidur dan berbicara serta menjaga pandangan, pendengaran dan cakap-cakap hati. Syaikhuna pernah berkata : ‘Jangan nyufi sendirian, kita masih punya keluarga yang berbeda keadaannya’. Jangan disalah artikan ucapan ini, lalu membiarkan sang istri dan anak-anak menikmati kesenangan duniawi atau bahkan memberikan dukungan. Kesederhanaan adalah salah satu cabang dalam bertarekat yang rantingnya adalah berhemat (tidak boros), dan berhemat bukan berarti kikir, selalu ingatlah bahwa suatu ketika kita semua akan ditanya oleh Allah SWT : ‘Dari mana hartamu didapat dan untuk apa ?’ Jadi memang tepat bila sang Hujatul Imam Al Ghazali memberikan perumpamaan bahwa manusia itu bagai seorang anak, yang ayahnya adalah roh dan ibunya adalah jiwa. Dan jiwa itu selalu mengajak kepada kejahatan, kecuali jiwa yang sudah mendapatkan rahmat dari Tuhannya.

Rasulullah,saw., bersabda : ‘Dunia itu penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir.’ Hadis ini menunjukkan bahwa orang-orang yang dipenjara akan dengan sekuat tenaga untuk dapat segera keluar dari penjara dunia ini, sebaliknya bagi orang-orang yang sedang menikmati surga dunia enggan untuk meninggalkannya.

Bibir manusia banyak yang mengucap bahwa, dunia ini fana, namun tidak menyadari bahwa dirinya juga fana. Hatinya tidak mengerti makna sesungguhnya, jika dunia ini fana lalu mengapa manusia berbangga tatkala memakai jubah dan perhiasannya ?. Jubah berupa gelar-gelar kesarjanaan dan perhiasan berupa jabatan dalam kenegaraan atau perusahaan. Sesungguhnya, tidaklah jauh-jauh yang dicarinya melainkan hanya harta dan tahta, agar orang lain memuji dan me-nyanjungnya, bahwa dia adalah orang yang dimuliakan Tuhan. Jika kedudukan dan harta sebagai ukuran kemuliaan, maka Fir’aun adalah yang paling mulia diantara umat manusia, akan tetapi tidaklah demikian, seorang Fir’aun terjebak didalam perangkap laba-laba tadi dan mengaku dirinya sebagai tuhan. Untuk itu waspadailah dunia ini, boleh jadi seseorang merasa tidak berada pada perangkapnya, padahal tanpa disadarinya ia telah berada didalam perutnya, yang menjadikan harta dan tahta sebagai tuhannya. Manusia tidak lain hanyalah pembuat permainan dan menamainya, lalu berbangga tatkala menungganginya, seperti anak kecil yang bermain getek (sejenis perahu dari pohong pisang), yang hanya berputar-putar disungai tanpa tentu arah, tak terbesit sedikitpun dalam keinginannya untuk berlayar sampai ke lautan. Ilmu pengetahuan di dunia ini sangat luas, sedangkan umur manusia terbatas, untuk itu ambilah atau pelajarilah pengetahuan yang bermanfaat bagi perjalanan pulang ke akhirat. Seorang Syaikh berkata bahwa ilmu pengetahuan yang bermanfaat di dunia ini adalah pengetahuan dari Tuhan (syariat), tentang Tuhan (tauhid) dan bersama Tuhan (tarekat). Allah SWT berfirman didalam hadis qudsi : ‘Aku adalah harta berharga yang tersembunyi dan Aku ingin diketahui, sehingga Aku menciptakan dunia.’

Tuhan menginginkan manusia mencari harta berharga yang tersembunyi itu, bukannya harta perhiasan duniwai, kehidupan ini telihat seperti pisau yang bermata dua, walaupun keduanya sama-sama memabukkan, namun berbeda maknanya, yang pertama menjadikan manusia budak sahaya yang patuh kepada Tuhannya dan yang kedua menjadikan manusia menjadi tuhan. Harta berharga itu berada pada reruntuhan, bukan berada di istana raja.

Hadrat Syaikh Muhammad Bahaudin Syah Naqsyaband (semoga Allah mensucikan ruhnya), mempunyai kewaspadaan yang tinggi terhadap dunia, khususnya dalam hal yang berkenaan dengan kualitas makanan dan tata cara makannya. Guna menghindari adanya unsur-unsur haram ataupun bias-bias kegelapan akibat dari keadaan jiwa seseorang, maka dimulai dari proses menanam, memanen, menggiling, membuat adonan, menanak dan memanggangnya dilakukannya sendiri. Sehingga banyak ulama dan para salik berharap barokah-barokahnya, membuat jalan yang melintas rumahnya, agar bisa makan bersama di mejanya dan mendapatkan berkah dari makan bersamanya. Juga dalam hal penghematan, di musim dingin, hanya ada selembar karpet tua di lantai rumahnya dan ini pun tidak memberi perlindungan dari udara dingin yang menusuk. Demikian juga bila musim panas tiba, beliau hanya meletakkan tikar yang sangat tipis di lantai rumahnya. Kencintaannya kepada orang miskin tampak begitu nyata, para pengikutnya diperintahkan untuk mencari nafkah dengan cara yang halal, lalu membagikan uangnya kepada fakir miskin, mereka sering diundang untuk makan bersama dari makanan yang dimasaknya sendiri, dan melayaninya dengan penuh kasih sayang, serta mendorong mereka untuk tetap ingat kepada Allah ketika sedang makan. Hadrat Syaikh Bahaudin Syah Naqsyaband mengatakan : ‘Salah satu pintu yang paling penting menuju ke Hadirat Allah adalah makan dengan kesadaran. Makanan memberikan kekuatan bagi tubuh, dan makan dengan kesadaran memberikan kesucian bagi tubuh.’

Suatu saat, seorang muridnya telah menyiapkan makanan untuknya. Ketika mereka duduk untuk makan, beliau tidak menyentuh makanannya. Sang murid menjadi terkejut. Hadrat Syaikh berkata : ’Wahai anakku, sejak engkau membuat adonan dan memasaknya sampai engkau menyajikannya, engkau berada dalam keadaan marah, makanan ini bercampur dengan kemarahan itu. Jika kita memakannya, syaithoon akan menemukan jalan untuk masuk melaluinya dan menyebarkan seluruh sifat buruknya ke seluruh tubuh kita.’

Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata dengan mengutip hadis Nabi,saw. : ‘Bahwa dunia adalah ladang bagi akhirat.’ Oleh sebab itu, seseorang mempunyai kewajiban menanam pohon kebajikan dan kesucian di ladang dunia ini, kebajikan berupa amal-amal yang berkualias dan kesucian berupa peng-esa-an Allah se-esa-esa-Nya. Menanam sesuatu diladang dunia ini tidak bisa dilakukan oleh orang lain, melainkan haruslah dilakukan oleh dirinya sendiri, pastilah membutuhkan tenaga, pikiran dan harta. Lebih jauh lagi, bahwa makna menanam adalah bersyukur kepada-Nya atas tekanan-tekanan dan kesulitan-kesulitan yang diperoleh di dunia ini dari-Nya, karena tidak ada kedekatan seorang hamba dengan Tuhannya tanpa melalui rintangan itu. Dan bila seseorang baru mampu bersabar atas tekanan kehidupan ini, maka binatang pun mampu melakukannya. Sebagaimana wahyu kepada salah seorang Nabi-Nya : “Aku menurunkan cobaan kepada hamba-Ku, lalu ia berdoa kepada-Ku. Tetapi Aku menangguhkan doanya dan ia mengeluh kepada-Ku. Maka Aku lalu bertanya, ‘Wahai hamba-Ku, bagaimana Aku mengasihimu, sedangkan engkau membenci dari suatu, yang dengannya, Aku mengasihimu ‘?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar